JAKARTA - Maskapai penerbangan bertarif rendah dikabarkan mengalami penurunan penumpang. Namun sejumlah maskapai besar justru mencatat keuntungan besar pada kuartal III 2023.
Dalam laporan pendapatan terbaru dari maskapai penerbangan besar AS menunjukkan bahwa konsumen belum tentu memilih maskapai penerbangan bertarif rendah di tengah perekonomian yang mengalami inflasi.
BACA JUGA:
Sementara untuk maskapai penerbangan bertarif rendah mengalami penurunan penjualan di kuartal III 2023.
Frontier Airlines, salah satu maskapai penerbangan bertarif rendah terbesar, kehilangan USD32 juta, atau sekitar Rp492,7 miliar. Sementara itu, Spirit Airlines kehilangan USD157,6 juta atau Rp2,4 triliun.
BACA JUGA:
Southwest Airlines yang dianggap sebagai maskapai penerbangan hibrida berbiaya rendah dengan layanan penuh di industri ini, memperoleh laba bersih sebesar USD240 juta atau setara Rp3,6 triliun dan turun sekitar 30% dari tahun lalu.
Angka ini bukan berarti orang-orang tidak berinvestasi dalam perjalanan, namun justru sebaliknya.
Pada bulan Mei 2023, pengeluaran untuk penerbangan dan biaya terkait perjalanan mengalami peningkatan. Ini seiring dengan pelonggaran pembatasan perjalanan internasional setelah pandemi, dan destinasi internasional yang telah dilarang selama bertahun-tahun menjadi sangat menarik.
Tiga maskapai penerbangan besar Delta , United dan American Airlines telah memetik keuntungan dari nafsu berkelana ini. Masing-masing membukukan keuntungan besar di kuartal ketiga.
Pendapatan bersih American adalah USD263 juta atau setara Rp4 triliun baik United maupun Delta mengalami pertumbuhan laba bersih menjadi USD1,1 miliar. Dalam kasus Delta, angka tersebut meningkat hampir 30% dari tahun ke tahun.
Analis Senior di TD Cowen, Helane Backer menyebut lemahnya angka pendapatan maskapai penerbangan bertarif rendah tampaknya merupakan hasil dari serangkaian faktor.
"Banyak ahli tidak terlalu terkejut dengan angka-angka tersebut," katanya dikutip BBC di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Ketika pembatasan perjalanan di era pandemi dicabut, keinginan konsumen AS untuk bepergian ke luar negeri meningkat.
Sampai ada istilah “perjalanan balas dendam”, artinya orang-orang yang memilih bepergian ke tujuan internasional dengan maskapai penerbangan layanan penuh.
Sementara, tidak banyak maskapai bertarif rendah menawarkan rute internasional.
“Tahun ini, ada peralihan ke (perjalanan) internasional dari sebelumnya dalam negeri,” kata Becker.
Maskapai penerbangan dengan layanan penuh memiliki kinerja yang lebih baik karena mereka memiliki lebih banyak kursi internasional jarak jauh untuk dijual dan diikuti.
BACA JUGA:
Dan bagi mereka yang melakukan penerbangan dalam negeri, Becker menambahkan bahwa para pelancong mencari akomodasi yang tidak disediakan oleh maskapai berbiaya rendah sebagian besar maskapai besar memiliki kinerja lebih baik. Hal itu karena mereka memiliki lebih banyak kursi premium yang tersedia.
“Jika tidak menawarkan layanan premium, jika tidak dapat mengandalkan loyalitas dan jika tidak terbang internasional, kuartal ketiga tahun ini kemungkinan besar akan mengecewakan,” tulis Analis JPMorgan Chase, Jamie Baker.
Perjalanan bisnis juga menurun, sehingga mengurangi volume penumpang maskapai berbiaya rendah.
Southwest, khususnya, telah berupaya keras untuk menyasar pelancong bisnis, dan kesulitan memenuhi kursi ketika permintaan perjalanan bisnis berkurang di era Zoom dan ketatnya belanja perusahaan.
Banyak maskapai penerbangan budget bergantung pada tarif yang lebih rendah untuk menarik perhatian pelancong dari maskapai penerbangan dengan layanan penuh.
Namun maskapai-maskapai besar ini juga telah menurunkan tarif baru-baru ini untuk bersaing dengan maskapai penerbangan bertarif rendah, yang biasanya memiliki keunggulan dari segi harga.
Laporan Indeks Harga Konsumen bulan September dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menunjukkan rata-rata tarif penerbangan di seluruh maskapai penerbangan telah turun 13% dari tahun ke tahun .
Secara umum, kata para ahli, orang-orang yang melakukan perjalanan di tengah inflasi lebih memilih untuk terbang dengan maskapai dengan layanan penuh.
Hal ini sebagian besar disebabkan karena mereka adalah kelompok berpenghasilan tinggi yang tidak terlalu merasakan tekanan finansial, dan bersedia membayar fasilitas yang dikenakan oleh maskapai berbiaya rendah, seperti bagasi dan pemilihan kursi.
Elemen lain yang lebih luas yang berperan adalah bahwa industri penerbangan berada dalam posisi memprihatinkan, karena persaingan dan jumlah maskapai penerbangan di AS lebih sedikit dibandingkan sebelum Perang Dunia Pertama.
Saat ini terdapat 12 maskapai penerbangan penumpang, berjadwal yang beroperasi di AS, katanya, atau meningkat dari 10 maskapai beberapa tahun yang lalu (maskapai penerbangan bertarif rendah Breeze dan Avelo adalah pendatang baru).
Sebelumnya, Virgin America merupakan maskapai terakhir yang diluncurkan pada tahun 2007.
(Zuhirna Wulan Dilla)