JAKARTA - Tanggal 9 November 2023 menjadi sejarah bagi Indonesia. Komitmen untuk menghadirkan energi bersih ramah lingkungan akhirnya terwujud dengan peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung atau Floating Solar PV Cirata yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebab, proyek PLTS Terapung Cirata menjadi PLTS terapung terbesar di kawasan Asia Tenggara. PLTS Terapung Cirata merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memasok energi bersih untuk sistem kelistrikan wilayah Jawa Bali.
“Hari ini merupakan hari yang bersejarah, karena mimpi besar kita untuk membangun pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar akhirnya bisa terlaksana. Dan, kita berhasil membangun salah satu pembangkit listrik tenaga surya terapung yang terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga di dunia,” kata Presiden Jokowi saat peresmian PLTS Terapung Cirata.
Berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) dengan luas 200 hektare, PLTS ini dibangun di atas Waduk Cirata yang berlokasi di tiga Kabupaten Jawa Barat, yakni Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat.
PLTS Terapung Cirata mampu menjadi etalase percepatan transisi energi dalam mendukung pencapaian menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060. Sebagai PLTS terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga di dunia, PLTS ini mampu mengurangi emisi karbon sebesar 214 ribu ton per tahun.
Pembangunan proyek ini sudah berjalan kurang lebih selama tiga tahun dan merupakan bentuk kolaborasi global antara PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Nusantara Power dan perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA), Masdar.
PLTS Terapung Cirata menjadi contoh dan bukti komitmen PLN menghadirkan energi bersih ramah lingkungan yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tak hanya PLTS Terapung Cirata, sebenarnya sudah ada beberapa pembangkit listrik dari sumber energi bersih atau biasa disebut energi baru terbarukan (EBT) berupa angin, air maupun matahari yang sudah dibangun di Indonesia. Proyek terbaru PLTS tengah dibangun di Ibu Kota Nusantara (IKN) 50 Megawatt (MW)
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, pembangunan PLTS Terapung Cirata menjadi langkah nyata PLN dalam mendukung pemerintah melakukan transisi energi.
“Kita punya misi bersama untuk menyelamatkan bumi, tetapi di sisi lain juga tetap menjaga pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menyejahterakan masyarakat,” katanya.
PLN mengembangkan green enabling transmission line dan smart grid yang merupakan bagian dari skema ARED (Accelerating Renewable Energy Development) di PLTS ini sehingga mampu menyuplai listrik dari sumber EBT yang terpisah dan terisolir menuju pusat demand listrik di perkotaan.
"Listrik dari PLTS Apung Cirata ini adalah 20 kilovolt (kV) yang kemudian kami sambungkan di gardu induk, yang kemudian diubah menjadi 150 kV dan langsung masuk ke transmisi Jawa-Bali. Artinya, ini akan dikonsumsi baik itu oleh rumah tangga maupun oleh industri," kata Darmawan.
Darmawan menegaskan, PLN berkomitmen untuk terus mengakselerasi transisi energi di tanah air dengan meningkatkan bauran EBT hingga 75% atau setara dengan 61 GW sampai tahun 2040.
Darmawan mengatakan siap menjalankan arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan melalui pembangunan jaringan transmisi antarpulau dan smartgrid.
“Kami akan all out menjalankan perintah Bapak Presiden Joko Widodo. Kami saat ini tengah mengusung strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) yang bisa meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan sebesar 75% atau setara 61 gigawatt (GW) hingga tahun 2040,” ucap Darmawan.
Strategi tersebut dilakukan melalui pembangunan green enabling transmission line yang akan menghubungkan potensi-potensi EBT di daerah terpencil dengan pusat beban listrik, seperti di Pulau Jawa.
Infrastruktur tersebut juga dilengkapi dengan smart grid mulai dari pembangkitan, transmisi hingga distribusi. Langkah ini menjadi solusi dari tantangan intermittency pada pembangkit listrik seperti surya dan angin, sehingga pasokan listrik dapat tetap andal dan berkelanjutan.
”Dengan strategi tersebut, kita dapat meningkatkan penggunaan pembangkit tenaga surya dan angin dari hanya 5 GW menjadi 28 GW hingga 2040. Kami akan melakukan best effort mengeksekusi arahan Bapak Presiden. Kami siap menjalankan transisi energi demi memastikan kehidupan masa datang lebih baik,” kata Darmawan.
Melalui ARED, pihaknya menargetkan penambahan bauran EBT secara signifikan masuk ke dalam sistem PLN, yakni dari hidropower sebesar 25,3 GW, panas bumi sebesar 6,7 GW, serta surya dan angin sebesar 28 GW.
"Transisi energi ini sangat penting bagi Indonesia untuk menjaga momentum pembangunan ekonomi yang pesat, mempercepat pertumbuhan, membangun kapasitas nasional, menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan pada saat yang sama, menjaga lingkungan," lanjutnya.
Sejak tiga tahun lalu, PLN telah menghapus rencana pembangunan proyek PLTU batu bara sebesar 13 Gigawatt (GW). Langkah ini berhasil menghindarkan Indonesia dari 1,8 miliar ton emisi CO2 dalam kurun 25 tahun.
Diketahui, Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau 51,6 % dari total bauran energi primer.
Namun RUPTL yang masih berlaku saat ini akan direvisi. Pemerintah dan PLN telah bersepakat untuk meningkatkan bauran EBT sebesar 75% atau green RUPTL dalam sejarah Indonesia guna mencapai target Net Zero Emissions pada 2060. Kemudian 25% sisanya akan berasal dari gas pada 2040. Dengan begitu, dirinya optimistis, dengan dukungan pemerintah dan komunitas global, transisi energi Indonesia bisa terus didorong.
"Kami sedang dalam proses merancang ulang perencanaan listrik nasional, 75% dari tambahan kapasitas pembangkitan berasal dari energi terbarukan, tidak ada lagi batu bara dalam desain dan pengembangan, sisanya 25% berasal dari gas alam yang sebetulnya pengurangan emisinya sudah sampai 60%,” kata Darmawan.
Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan
PLN kini mampu memproduksi 199 ton hidrogen hijau (green hydrogen). Hidrogen tersebut diproduksi melalui 21 Green Hydrogen Plant (GHP) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Darmawan menjelaskan akselerasi GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menghadirkan energi alternatif yang ramah lingkungan untuk menjawab tantangan transisi energi. Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Karya Inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi. Memaksimalkan existing facility yang ada di pembangkit-pembangkit thermal kami, kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100% EBT menjadi green hydrogen,” tegas Darmawan.
Darmawan menambahkan pembangkit-pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN sudah memiliki hydrogen plant dengan electrolyzer. Alat tersebut digunakan untuk memproduksi hidrogen yang digunakan untuk mendinginkan generator pembangkit listrik.
PLN juga melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi co-firing di 41 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada saat ini. Co-firing adalah pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan.
Pada PLTU yang biasanya sepenuhnya berbahan bakar batu bara, co-firing dilakukan dengan menambahkan bahan bakar lain, seperti biomassa yang dibuat dari wood pallet atau sampah. Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,7 juta ton CO2.
Selain itu, penurunan emisi dihasilkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit.
Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2. PLN melakukan pula inovasi dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) combine cycle untuk menghasilkan listrik tambahan. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 7,5 juta ton CO2.
Selain menambah pembangkit baru berbasis energi baru terbarukan (EBT), PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi subcritical menjadi PLTU dengan teknologi supercritical dan ultrasupercritical. Ini mampu mengurangi emisi sebesar 17,3 juta ton CO2.
Atasi Perubahan Iklim
Transisi energi dari fosil ke EBT menjadi jalan keluar dalam menghadapi perubahan iklim. Hal ini selaras dengan potensi EBT Indonesia yang sangat melimpah dan cadangannya diperkirakan terbesar kedua di dunia.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyerukan pentingnya kolaborasi global untuk mempercepat penanggulangan perubahan iklim.
"Kunci untuk memerangi perubahan iklim adalah bagaimana komunitas global berubah dari terfragmentasi menjadi bersatu menjadi berjuang,” ujar Darmawan.
Darmawan menjabarkan, setiap ton emisi CO2 yang timbul antara satu tempat dengan tempat lainnya akan menimbulkan dampak kerusakan yang sama. Karena itu, guna melawan perubahan iklim tidak bisa hanya satu negara atau institusi saja melainkan seluruh pihak.
"Jadi harus diatasi dan ditangani oleh komunitas global, tidak hanya masyarakat Indonesia saja atau PLN, kita tidak akan mampu menanggung beban ini sendirian. Satu-satunya cara untuk maju adalah dengan berkolaborasi," kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, semangat untuk memerangi perubahan iklim juga perlu didasarkan rasa kepedulian untuk generasi mendatang. Dirinya berharap semangat perubahan iklim bukan hanya berdasarkan perjanjian semata.
”Ada banyak perjanjian lingkungan hidup internasional mulai dari Protokol Kyoto, Perjanjian Paris, tapi kami melakukan ini bukan hanya karena perjanjian internasional. Kami melakukan ini karena kami benar-benar peduli. Kita perlu memastikan bahwa masa depan generasi mendatang harus lebih baik dari masa depan kita,” lanjut Darmawan.
Apresiasi Komisi VII DPR RI
Komisi VII DPR RI mengapresiasi langkah agresif PLN dalam menjalankan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia.
Tak hanya di sektor listrik saja, Komisi VII DPR mendorong pemerintah untuk membuka kerja sama dan kolaborasi lintas sektor untuk bisa mempercepat dekarbonisasi di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menilai upaya pemerintah Indonesia dan PLN dalam menurunkan emisi karbon di sub sektor kelistrikan telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060. Namun, dirinya menilai, untuk mencapai target tersebut, penurunan emisi tidak bisa hanya di lakukan di sub sektor kelistrikan saja.
"Upaya transisi energi hanya dari sektor ketenagalistrikan saja akan membuat penurunan karbon jalan di tempat, jika tidak didukung oleh sektor lain. Secara nasional, tidak cukup hanya sektor kelistrikan saja," kata Lamhot dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM dan PLN.
Kata Lamhot, ada sektor transportasi yang justru menyumbang emisi karbon lebih banyak. Sedangkan upaya untuk mengurangi emisi di sektor transportasi masih jalan di tempat dan perlu dukungan semua pihak.
"Transportasi darat adalah penyumbang terbesar emisi karbon kita. Kalau listriknya bisa diupayakan, tapi sektor lain tidak mengikuti maka akan menjadi masalah nasional juga. Jangan sampai hanya sektor kelistrikan saja yang melaju kencang," tegas Lamhot.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan dalam mengejar target transisi energi, pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya. Sektor kelistrikan menjadi salah satu upaya untuk mengakselerasi penurunan emisi, meski di satu sisi Yudo sepakat bahwa reduksi emisi dari sektor transportasi juga perlu digenjot.
"Kita mencoba untuk mengakselerasi penambahan kapasitas pembangkit EBT dalam roadmap transisi energi. Salah satunya lewat memperbanyak PLTA dan PLTS. Kami juga melakukan kebijakan mempercepat matangnya ekosistem kendaraan listrik," kata Yudo dalam rapat yang sama.
Khususnya di sektor kelistrikan, Yudo optimistis pada tahun 2026 mendatang pembangkit EBT bisa mencapai 5,5 GW. Selagi itu, pemerintah terus melakukan penyelesaian tantangan mengejar target tersebut seperti harmonisasi antara supply dan demand listrik.
"Juga nilai keekonomian proyek serta keandalan sistem dengan pembangunan jaringan transmisi yang memadai," tambah Yudo.
Listrik Hijau PLN Bikin Masyarakat Bahagia
Bukti energi bersih ramah lingkungan untuk masyarakat hadir dengan pengoperasian PLTS menerangi enam pulau terdepan di Kepulauan Riau yakni Pulau Panjang, Pulau Geranting, Pulau Akar, Pulau Jaga, Pulau Sebung dan Pulau Nuja.
PLTS ini dengan kapasitas mencapai 775 Kilowatt Peak (kWp) untuk melistriki 897 calon pelanggan.
Kehadiran listrik 24 jam ini disyukuri oleh Susan (23), salah satu warga Pulau Panjang. Perempuan berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini merasakan kehadiran listrik sangat membantu kehidupan sehari-hari warga.
"Sebelumnya kami menggunakan penerangan yang terbatas, anak-anak kami sulit belajar dan aktivitas kami di malam hari pun sangat terbatas. Tapi Alhamdulilah sejak listrik menyala 24 jam, kini anak-anak sudah bisa belajar di malam hari, kampung kami sudah tidak gelap gulita, sekarang sudah terang benderang. Terimakasih PLN,” ujar Susan.
Senada dengan Susan, Doli (41) salah satu warga yang berprofesi sebagai nelayan juga menyampaikan rasa terima kasih atas hadirnya listrik di daerahnya.
"Listrik yang hadir di sini menjadi istimewa karena listrik yang hadir adalah listrik yang ramah lingkungan. Semoga ini memberikan dampak positif bagi kami di masa depan. Kami berharap PLN semakin maju dan sukses ke depannya,” kata Doli.
(Dani Jumadil Akhir)