JAKARTA - Kredit Usaha Rakyat (KUR) digulirkan untuk mendorong bisnis dari para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) agar kian berkembang. Para pelaku usaha pun tampak antusias memanfaatkan fasilitas kredit dengan bunga murah ini.
Buktinya, seperti yang dicatat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) yang merupakan bank penyalur KUR terbesar di Indonesia. Pencapaian debitur baru KUR di bank pelat merah tersebut di atas ekspetasi.
Debitur baru KUR BRI telah tumbuh melampaui target yang ditetapkan Pemerintah hingga triwulan III-2023. Artinya, substansi penyaluran KUR pun tercapai, yakni mendorong pelaku UMKM naik kelas.
BACA JUGA:
Debitur penerima KUR baru yang disalurkan BRI tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan target yang dipatok oleh pemerintah. Hingga September 2023, tercatat debitur KUR baru telah mencapai 105,82 persen dari target tahun penuh 2023.
“Telah mencapai 1,44 juta debitur KUR baru hingga triwulan III 2023. Sedangkan target debitur KUR baru 2023 adalah sebesar 1,36 juta debitur,” kata Direktur Bisnis Mikro BRI Supari di Jakarta.
Pada periode Januari-September 2023, BRI berhasil menaikkelaskan sebanyak 2,3 juta debitur KUR. Hal ini terlihat dari 351 ribu pelaku usaha naik kelas dari KUR super-mikro ke KUR mikro. Sementara pelaku usaha yang beralih dari KUR mikro ke KUR kecil mencapai 1,9 juta debitur, dan KUR kecil ke kredit komersial sekitar 13.000 debitur.
BACA JUGA:
KUR super-mikro merupakan pinjaman dengan nilai mencapai Rp10 juta. Sementara KUR mikro nilainya mencapai Rp50 juta. KUR kecil nilainya berkisar antara Rp50 juta hingga Rp500 juta. Untuk kredit usaha di atas Rp500 juta akan dialokasikan untuk kredit komersial.
Pada periode Januari-Oktober 2023, BRI telah menyalurkan KUR sebesar Rp123,51 triliun kepada 2,7 juta debitur. Sehingga sampai dengan akhir Oktober 2023 BRI telah mengucurkan 63% dari total target penyaluran KUR tahun ini.
Dalam menyalurkan kredit bersubsidi tersebut, Supari menegaskan jika BRI selalu memegang prinsip kehati-hatian dan asas prudential banking. Pasalnya, KUR bukan merupakan hibah atau bantuan dari pemerintah. KUR merupakan kredit, di mana dana yang dikucurkan 100 persen berasal dari dana bank atau bersumber pada penghimpunan dana masyarakat.
“Sehingga penyaluran KUR harus dapat dipertanggungjawabkan, dan harus tetap dijaga kualitas kreditnya,” tuturnya.
UMKM-UMKM Naik Kelas
Sejak tahun 1895, BRI telah memberikan pelayanan dan pemberdayaan kepada UMKM. Tujuannya, agar para pelaku usaha tersebut terus tumbuh dan berkembang.
Salah satu pelaku UMKM yang bisnisnya makin jos adalah Ari Abdul Muksit. Tukang seblak yang merupakan nasabah BRI di Bekasi ini sukses membuat usahanya naik kelas. Omsetnya bahkan sudah mencapai ratusan juta per bulan.
Seblak yang awalnya Ari jual di pinggir jalan, kini bahkan sudah dia sajikan dari ruko yang dia beli dengan penghasilannya. Mulai berjualan seblak pada 2019, dia sudah mampu berhasil membeli satu ruko pada tahun 2020.
Kemudian, dia kembali ekspansi, dia mana kali ini dirinya kembali membeli satu ruko yang menempel dengan ruko yang sudah dia tempati. "Dua tahun kemudian, jadi dua ruko. Dua ruko digabung jadi satu," ujar dia kepada Okezone.
Dalam membesarkan usahanya, Ari mendapatkan dukungan permodalan dari BRI. Awalnya, dia sempat menerima pinjaman modal berupa KUR senilai Rp25 juta.
Kemudian, dia meminjam dana lagi dari BRI untuk ekspansi usahanya tersebut. Saat itu, selain butuh dana untuk ekspansi membuka cabang, dia juga ada keperluan untuk beli rumah.
"Berhubungan kekurangan modal, mau buka cabang, mau beli rumah, ambil Rp200 juta. Rp100 juta untuk nambah modal, Rp100 untuk kekurangan beli rumah," jelas dia.
Kini, Ari sudah memiliki tujuh cabang untuk berjualan seblak. Sementara untuk keryawan, dia mengaku sudah memiliki 12 orang untuk membantunya berjualan.
"Paling besar omsetnya yang di Zamrud, bisa Rp50 juta sendiri," kata dia.
Perajin keripik tempe Joko Ashori juga merupakan pelaku UMKM yang menikmati KUR BRI. Usahanya kian jos gandos berkat kucuran dana dari bank BUMN ini.
Joko yang merupakan perajin tempe di Sentra Produksi Keripik Tempe Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini mulai membuat tempe sejak tahun 1982. Selanjutnya, dia mulai mengembangkan tempe tersebut menjadi keripik pada 2011.
Tetapi, dirinya baru bisa mengecap gurihnya usaha keripik tempe pada 2020. Pada tahun itu, dirinya mendapatkan pinjaman KUR dari BRI.
"Saya ambil Rp500 juta dengan jangka waktu 5 tahun. Saya setor ke BRI sebesar Rp10 juta per bulan," kata dia.
Dirinya memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan usahanya. "Saya gunakan untuk beli aset di depan. Ada untuk kos-kosan. Sementara di bawahnya saya gunakan untuk produksi (keripik tempe)," kata dia.
Alhasil, produksi keripik tempe yang awalnya hanya 30-40 kg per hari naik menjadi 60-70 kg per hari setelahnya. Bahkan, dirinya juga pernah memproduksi hingga 100 kg per hari.
"Masih ada pesanan juga saat itu, tapi kita stop. Karena sudah tidak bisa tambah produksi," kata dia.
Kini, dengan harga jual Rp65.000 per kg dan produksi keripik tempe 70 kg per hari, omsetnya tentu saja sangat lumayan. Apalagi jika dikalkulasikan per bulan atau per tahun.
Berkah dari KUR BRI juga menyentuh perajin telor asin yang merupakan pasangan suami istri Maisaroh dan Misro Abdulatif. Memulai usahanya sejak tahun 2000-an, baru di 2023 ini dirinya bisa menikmati hasil usahanya.
Maisaroh bercerita, jika dirinya meminjam KUR dari BRI sebesar Rp30 juta. Tentu saja, dana itu dia pergunakan untuk mengembangkan usahanya.
Hasilnya, produksi telor asinnya naik hingga dua kali lipat. Kini dia mampu memproduksi sebanyak 1.000 telor, padahal awalnya tidak lebih dari 500 telor yang dia produksi.
"Kita pinjam Rp30 juta. Terbantu banget," kata dia.
Dia menjelaskan jika dirinya menjual dua kali dalam seminggu, yakni sekira 1.000 butir. Dihitung-hitung, omsetnya mencapai puluhan juta rupiah.
"Kalau telornya misalnya harganya 3.000, kalikan saja dengan jumlah telornya, jadi Rp3 juta ya," kata dia.
(Widi Agustian)