"Bahkan, pada 2030, harus sudah 34%. Bisa dibayangkan, posisi kita sekarang masih 12%. Masih jauh banget kan? Nah, di antaranya bisa dipercepat dengan skema power wheeling," ujarnya.
Menurut dia, banyak industri yang sekarang membutuhkan energi terbarukan, namun saat ini pasokan EBT bagi industri terkendala, antara lain karena banyak pembangkit energi terbarukan yang jauh dari kawasan industri.
"Melalui skema power wheeling listrik bisa disalurkan ke kawasan industri dengan menggunakan transmisi PLN," katanya.
Selain itu, tambahnya, masih banyak sisi positif power wheeling bagi PLN misalnya peminjaman infrastruktur transmisi akan menjadi sumber tambahan penghasilan bagi BUMN tersebut.
Skema power wheeling, menurut dia, bahkan disebut sangat mendukung kelangsungan perusahaan di masa depan, dalam hal ini, karena PLN berencana akan mengganti PLTU mereka.
"Artinya, setiap memensiunkan satu PLTU-nya, tentu harus dihitung apa (pengganti) yang harus masuk," ujarnya seperti dilansir Antara.
Jadi, tambahnya, memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan penerapan skema power wheeling, karena PLN diyakini akan bisa tetap eksis.
Begitu juga dengan masyarakat, Surya menyatakan juga tidak perlu khawatir karena untuk kategori rumah tangga 450 VA dan 900 VA, misalnya, tentu mekanisme subsidi akan tetap diberlakukan. Baik melalui mekanisme subsidi langsung atau tidak langsung.
Saat ini, DPR tengah membahas skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Melalui skema tersebut, pengusaha listrik swasta bisa menjual langsung listrik kepada industri dan masyarakat tanpa melalui PLN.
(Taufik Fajar)