JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) melakukan sosialisasi terkait aturan baru soal laporan keuangan BPR.
Ketua Umum DPP Perbarindo Teddy Alamsyah mengatakan, Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) akan menggantikan SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) dan berlaku efektif 1 Januari 2025. Penerapan dini diperkenankan untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2022. Asosiasi pun menyampaikan kepada regulator untuk menunda penerapan SAK EP.
Alasannya, harus ada perubahan core banking system karena SAK EP tidak mungkin dilakukan secara manual.
“Yang kedua, secara sosialisasi dan kesepahaman baik internal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga BPR itu belum sepenuhnya mengerti,” ucapnya, Jumat (19/1/2024)
Dia mengatakan, pedoman akuntansi (PA) BPR sampai saat ini belum siap. Diperlukan stress test untuk hal ini.
“Tetapi teman-teman ini kan mengantisipasi. Ini mulai dilakukan uji coba atau stress test. Hari ini merupakan bagian teman-teman memahami, mengerti, dampak dan konsekuensi yang muncul,” ucapnya.
Teddy juga menyoroti, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Menurutnya, dengan CKPN tidak boleh ada penundaan pembayaran. Ketika terjadi penundaan pembayaran, prinsip paling dasar adalah harus dibentuk cadangan penurunan kerugian nilai.
Sementara itu, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabodebek dan Provinsi Banten Roberto Akyuwen menjelaskan, tantangan implementasi SAK EP terletak pada sumber daya manusia (SDM).
“Kompetensi pegawai BPR terutama bagian akuntansi dan teknologi sistem informasi,” ucapnya.
Selain itu, juga akan terjadi ketergantungan terhadap vendor CBS. Secara core banking system, tantangan yang ada saat ini yaitu proses bisnis belum seluruhnya terotomasi. Ada juga perbedaan kapasitas vendor CBS BPR, dan ketersediaan data.
Dia mengungkapkan, dampak keuangan yang ada yakni adanya beban SDM, biaya infrastruktur, opportunity cost, beban pencadangan serta sanksi denda.