"Dua pasar memang ada perbedaan harga, yang berbeda. Ada di Tawangmangu lebih rendah, dan stabil harganya dibanding dengan Pasar Blimbing, yang rata - rata beberapa komoditi beda harganya dia lebih tinggi," ucap Wahyu Hidayat, seusai peninjauan harga di toko ritel di Jalan Sulfat, Kota Malang.
Ia menemukan beberapa komoditi sembako seperti cabai, gula, ayam, telur, masih melambung tinggi harganya. Sedangkan untuk harga beras memang ada kecenderungan stabil dan tidak naik lagi.
"Beras lebih stabil, cabai tinggi, gula, ayam juga agak sedikit naik ya, karena kalau ayam stok, telur juga kemarin saya ke peternakan kita bandingkan memang naik karena bahan pakannya," tuturnya.
Wahyu menjelaskan, tingginya harga juga memang sudah terjadi di tingkat distributor. Jadi ketika pedagang di pasar itu membeli kebutuhan sembako, untuk dijual kembali harganya sudah mahal. Hal ini memicu harga di pasar juga berubah-ubah dari hari ke hari, dibandingkan dengan harga di toko ritel modern.
"Di Superindo ini berbeda sekali , rata rata mereka mengikuti HET (Harga Eceran Tertinggi). Mereka lebih cenderung ke sini karena harga lebih stabil, dibanding pasar. Ada yang gula di pasar 17 ribu, disini Superindo 16 ribu per kilogram, beras juga berbeda," ucapnya kembali.
Maka pembukaan kembali 'Warung Tekan Inflasi Mbois Ilakes' yang menjadi program Pemkot Malang mengurangi inflasi bisa berdampak ke masyarakat. Apalagi di harga beras yang dijual misalnya dijual di angka Rp 52 ribu, selisih 2.000 per kemasan lima kilogram dari HET tertinggi pasaran.
"Tadi ada juga dengan warung tekan inflasi, tidak hanya beras. Nanti tapi juga ada komoditi lain untuk menekan harga termasuk tempat pasarnya. Di Blimbing tinggi jadi harus kita intervensi dengan warung tekan inflasi," tukasnya.
(Taufik Fajar)