JAKARTA - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengungkapkan bahwa kenaikan harga gas sebesar USD1 mampu mengerek anggaran pupuk bersubsidi sebesar Rp2,6 triliun. Kondisi ini juga terjadi untuk pupuk non subsidi
Menurutnya, harga gas dunia berkontribusi 70% terhadap penentuan anggaran pupuk non subsidi. Sehingga, kenaikan USD1 harga gas sangat berdampak bagi pendanaan pupuk.
Pernyataan tersebut disampaikan Rahmat kepada Komisi IV DPR RI, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, dan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat rapat kerja, Rabu (13/3/2024).
“Terkait dengan kenaikan gas, biaya gas dapat kami laporkan kepada pimpinan Komisi IV (DPR RI) juga kepada pak Menteri bahwa setiap kenaikan harga USD1 akan menaikan subsidi (anggaran) sebesar Rp2,6 triliun,” ujar Rahmad.
“Jadi itu, kalau untuk non subsidi dapat kami sampaikan biaya gas itu kontribusinya 70% dari biaya (pupuk non subsidi). Jadi setiap kenaikan USD tentunya akan menaikan biaya pupuk non subsidi,” papar dia.
Di lain sisi, Rahmad memastikan pasokan pupuk di dalam negeri aman, bila pasokan pupuk saat ini ditambahkan dengan kuota pupuk subsidi sebesar 9,55 juta ton. Sebelumnya alokasi pupuk bersubsidi hanya sebesar 4,7 juta ton saja.
Untuk kapasitas produksi urea dari Pupuk Indonesia pada 2024 mencapai 10 juta ton. Sementara, NPK sebanyak 5 juta ton. Jumlah ini akan semakin banyak bila tambahkan dengan 9,55 juta ton pupuk subsidi.
“Terkait mendukung pupuk subsidi 9,55 juta ton, dapat kami laporkan untuk urea produksi ditambah dengan stok kami hari ini di tahun 2024, kita akan akan punya 10 juta ton urea, kalo nanti 9,5 juta ton, itu 5 juta ton urea sudah sangat cukup,” beber dia.
“Dan untuk NPK dari 9,5 itu nanti dialokasikan 4,5 juta, kita punya stok dan produksi NPK sejumlah 5 juta, jadi sangat cukup,” lanjut Rahmad.
(Feby Novalius)