JAKARTA - Menteri Koordinator (Bidang Perekonomian) Airlangga Hartarto menyebut cadangan devisa (Cadev) di Bank Indonesia (BI) masih besar, sehingga pelemahan rupiah yang tengah terjadi tidak perlu dikhawatirkan .
"Tapi kalau kita lihat cadangan devisa (Cadev) pemerintah yang ada di BI masih besar masih USD136 miliar, jadi tidak ada yang perlu kita dikhawatirkan," ujarnya saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Apalagi lanjut dia, pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga negara-negara Asia lainnya.
"Dan tadi sudah saya sampaikan mata uang berbagai negara terhadap USD melemah, bukan karena yang lain lemah (tapi) karena USD nya, dan kita fundamental secara keseluruhan kuat, tentu skenario-skenario lainnya kita pemerintah siap dengan statement yang tadi APBN sebagai bantalan," papar Airlangga.
Sebelumnya, Ekonom Josua Pardede menilai masyarakat tidak perlu khawatir terhadap pelemahan rupiah yang terjadi saat ini. Sebab menurutnya, pada masyarakat luas, dampak pelemahan nilai tukar rupiah ini cenderung kecil.
Hal itu karena masyarakat yang memiliki pendapatan dan pengeluaran dalam rupiah tidak memiliki dampak dari pelemahan rupiah tersebut.
Oleh sebab itu, masyarakat pun juga tidak perlu khawatir dengan dampak dari pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian domestik," ujarnya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (17/4/2024).
Adapun yang perlu dipahami, lanjut Josua, meskipun nilai tukar NDF rupiah terhadap dollar AS menembus level 16.000, namun kondisinya sangat berbeda dengan krisis tahun 1998 yang dimana rupiah melemah dari level 4.000 per dollar menjadi 16.000 karena krisis mata uang yang menyebar dari pelemahan Bath Thailand.
Sementara pada saat krisis pandemi 2020 sekalipun rupiah juga melemah hingga menembus level 16.000, namun pelemahan rupiah tersebut tidak permanent.
"Jadi intinya sekalipun rupiah mendekati level 16.000 namun perlu dipahami bahwa nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2023 yang lalu ditutup dilevel 15.397 per dollar, yang artinya pelemahan rupiah tidak lebih dalam pelemahan yang terjadi pada tahun 1998 karena faktor fundemantal ekonomi Indonesia saat ini juga masih solid dan kuat," tutur Josua.
(Taufik Fajar)