JAKARTA - Pengusaha tekstil mengatakan bahwa sebelum terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi pada saat ini, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sempat bangkit.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta bahwa TPT sempat mengalami pertumbuhan positif terutama dengan berjalannya berbagai pabrik tekstil secara penuh sebelum adanya aturan Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Gita mengatakan bahwa kondisi pertumbuhan positif pada industri TPT di kuartal I-2024 mengalami hambatan setelah pemerintah menyepakati untuk mengeluarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang pada peraturan tersebut memberikan relaksasi impor kepada tujuh komoditas, salah satunya adalah pakaian jadi yang memudahkan gempuran produk impor tekstil terutama dari China mendominasi pasar lokal di Indonesia.
"Kondisi lalu berlanjut serangan impor murah dari china baik yg legal maupun ilegal ke pasar domestik karena china overstock akibat kondisi global. Banjirnya impor ini mengakibatkan pasar domestik dipenuhi barang impor murah sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dan mengakibatkan turunnya produksi hingga utilisasi hanya sekitar 45%," jelas Gita saat dihubungi MPI, Sabtu (15/6/2024).
Gita juga mengatakan bahwa pertumbuhan positif yang sebelumnya terjadi dikarenakan adanya implementasi dari perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menghasilkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 untuk mengatur pengendalian impor pakaian jadi ke pangsa tanah air.
"Sebelumnya, di 2024 pertumbuhan sempat mulai positif setelah ada Permendag 36 2023, sebagai implementasi perintah presiden tanggal 6 Oktober 2023 terkait pengendalian impor pakaian jadi," jelas Gita.
Adanya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tersebut berdampak positif yang diakui Gita dapat kembali membangkitkan industri TPT yang sebelumnya juga sempat mengalami bisnis yang lesu.
"Dampaknya di kuartal pertama 2024, sebagian industri garment dan IKM sempat beroperasi full," kata Gita.