JAKARTA - Utang pemerintah mencapai Rp8.444,87 triliun pada semester I-2024. Utang ini naik Rp91,85 triliun jika dibandingkan utang pemerintah sebelumnya mencapai Rp8.353,02 triliun pada akhir Mei 2024.
Dengan kenaikan utang ini, maka rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per akhir Juni 2024 juga naik menjadi Rp39,13% atau hampir mendekati 40%.
Rasio utang ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 38,71%. Demikian dikutip dalam data dokumen APBN KiTa edisi Juli 2024.
Dengan utang sebanyak ini, bagaimana pemerintah melunasi utang Rp8.444,87 triliun? Apakah warga akan menanggung utang pemerintah?
Kementerian Keuangan menegaskan,penghitungan utang pemerintah tidak sama dengan membagi rata total utang dengan jumlah penduduk Indonesia.
Hal itu tidak dikenal dalam kaidah perhitungan utang secara internasional.
"Jadi, dalam pengelolaan keuangan negara, tidak dikenal utang dibagi per kepala," kata Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan di Jakarta dalam arsip pemberitaan Okezone, 29 Desember 2023.
Perhitungan yang lazim adalah perbandingan utang dengan Gross Domestic Product (GDP). Hal itu sebagai gambaran dari ukuran ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.
Posisi utang itu masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU Nomor 1 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60%.
"Rasio utang terhadap GDP cenderung turun bila dibanding dengan tahun lalu, dimana pada akhir tahun 2022 sebesar 39,70% dari GDP, " jelas Deni.
Lalu bila dibandingkan dengan negara lain, utang Indonesia juga tergolong lebih rendah, seperti, Malaysia 60,4%, Filipina 60,9%, Thailand 60,96%, Argentina 85%, Brazil 72,87%, dan Afrika Selatan 67,4%.
"Karena itu, kondisi utang Indonesia dipastikan masih aman, dan dikelola dengan hati-hati," katanya.
Sekadar informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan posisi utang pemerintah naik lagi pada semester I-2024. Kini utang pemerintah menjadi Rp8.444,87 triliun, atau naik sekira
Utang pemerintah ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp7.418,76 triliun atau setara 87,85% dari total utang pemerintah. Dengan rincian, nilai SBN domestik sebesar Rp5.967,70 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp1.234,99 triliun.
SBN dengan denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp1.451,07 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp359,44 triliun.
Kemudian, nilai utang pemerintah yang berasal dari pinjaman sebesar Rp1.026,11 triliun atau setara 12,15% total utang pemerintah. Utang dari pinjaman ini terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri Rp988,01 triliun.
Adapun dilihat dari struktur kepemilikannya, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1%dari total SBN domestik, kemudian Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1%. Sementara kepemilikan asing terhadap SBN domestik 13,9%.
Kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3% menjadi 8,6 persen per akhir Juni 2024.
Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan.
"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," tulis Kementerian Keuangan.
Pemerintah juga konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas dan jatuh tempo yang optimal.
(Dani Jumadil Akhir)