Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Penerimaan Rp30 Triliun, Negara Dapat Berapa dari e-Meterai CPNS 2024?

Yaser Rafi Pramudya , Jurnalis-Minggu, 08 September 2024 |12:06 WIB
Penerimaan Rp30 Triliun, Negara Dapat Berapa dari e-Meterai CPNS 2024?
Negara Dapat Berapa dari E-Meterai CPNS 2024? (Foto: Okezone.com/Antara)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah dinilai ambil keuntungan dengan mensyaratkan meterai elektronik dalam pendaftaran CPNS 2024. Perum Peruri pun disorot usai tidak mampu menjual meterai elektronik dengan baik karena adanya kendala di pekan ini.

Warganet pun membandingkan layanan pemerintah dengan pendapatan negara dari penjualan meterai kepada jutaan pendaftar CPNS.

Bahkan sudah pernah ada proyeksinya bahwa pendapatan belasan hingga puluhan triliun Rupiah akan diperoleh dari penjualan meterai elektronik, sejak diluncurkan pada 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meminta Peruri dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunaan meterai elektronik. Itu setidaknya dia katakan pada awal Oktober 2021, pada seremoni bertajuk Peluncuran Meterai Elektronik di Jakarta.

Sri Mulyani ingin masyarakat semakin terbiasa dengan meterai digital ini dalam berbagai kegiatan.

“Saya berharap seluruh tim DJP melihat bagaimana implikasi penggunaan meterai elektronik dalam efisiensi, kenyamanan, dan keamanan transaksi,” ujarnya, dikutip dari BBC Indonesia, Minggu (8/9/2024).

“Jadi kita tidak melulu bicara berapa penerimaan negara dari meterai, tapi bagaimana transaksi material yang membutuhkan assurance itu bisa difasilitasi instrumen elektronik seperti e-meterai,” tuturnya.

Penggunaan meterai elektronik mendapat legitimasi hukum setelah pemerintah dan DPR mengesahkan UU 10/2020 tentang bea meterai. Beleid ini memperbarui UU 13/1985, secara khusus untuk memberi dasar hukum untuk meterai elektronik.

UU 10/2020 menetapkan tarif tunggal bea meterai, untuk tempel dan elektronik, sebesar Rp10.000, yang berlaku mulai Januari 2021.

Tarif meterai yang sebelumnya sebesar Rp3.000 dan Rp6.000 tidak lagi berlaku usai pengesahan UU 10/2020.

Informasi ini dikatakan Kabsubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL, Direktorat Peraturan Perpajakan I di Kementerian Keuangan, Bonarsius Sipayung. Dia menuturkan itu dalam sesi sosialisasi bea meterai November 2020, tak lama setelah pengesahan UU Bea Meterai yang baru.

“Sebelumnya, UU 13/1985, obyek bea meterai itu hanya dokumen kertas. Padahal seiring perkembangan zaman, dunia dan bisnis sudah beralih dari konvensional ke digital,“ kata Bonarsius.

“Ketika bicara dunia digital, itu paperless [nirkertas]. Maka, dalam UU Bea Meterai yang baru, dokumen tidak hanya didefinisikan sebagai kertas, tapi juga dokumen elektronik.

“Dokumen yang tidak dicetak harus dikenakan bea meterai, kalau memang berdasarkan ketentuan, termasuk objek bea meterai,” tuturnya.

Pada 2021, atau setahun setelah UU 10/2020 disahkan, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dari bea meterai dan penjualan benda meterai sebesar Rp10,6 triliun—naik 57% dari tahun 2020.

Proyeksi itu muncul dalam Nota Keuangan Rancangan APBN 2020 yang disampaikan pada 18 Agutus 2021 di DPR.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement