JAKARTA - Pemerintah dinilai ambil keuntungan dengan mensyaratkan meterai elektronik dalam pendaftaran CPNS 2024. Perum Peruri pun disorot usai tidak mampu menjual meterai elektronik dengan baik karena adanya kendala di pekan ini.
Warganet pun membandingkan layanan pemerintah dengan pendapatan negara dari penjualan meterai kepada jutaan pendaftar CPNS.
Bahkan sudah pernah ada proyeksinya bahwa pendapatan belasan hingga puluhan triliun Rupiah akan diperoleh dari penjualan meterai elektronik, sejak diluncurkan pada 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meminta Peruri dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunaan meterai elektronik. Itu setidaknya dia katakan pada awal Oktober 2021, pada seremoni bertajuk Peluncuran Meterai Elektronik di Jakarta.
Sri Mulyani ingin masyarakat semakin terbiasa dengan meterai digital ini dalam berbagai kegiatan.
“Saya berharap seluruh tim DJP melihat bagaimana implikasi penggunaan meterai elektronik dalam efisiensi, kenyamanan, dan keamanan transaksi,” ujarnya, dikutip dari BBC Indonesia, Minggu (8/9/2024).
“Jadi kita tidak melulu bicara berapa penerimaan negara dari meterai, tapi bagaimana transaksi material yang membutuhkan assurance itu bisa difasilitasi instrumen elektronik seperti e-meterai,” tuturnya.
Penggunaan meterai elektronik mendapat legitimasi hukum setelah pemerintah dan DPR mengesahkan UU 10/2020 tentang bea meterai. Beleid ini memperbarui UU 13/1985, secara khusus untuk memberi dasar hukum untuk meterai elektronik.
UU 10/2020 menetapkan tarif tunggal bea meterai, untuk tempel dan elektronik, sebesar Rp10.000, yang berlaku mulai Januari 2021.
Tarif meterai yang sebelumnya sebesar Rp3.000 dan Rp6.000 tidak lagi berlaku usai pengesahan UU 10/2020.
Informasi ini dikatakan Kabsubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL, Direktorat Peraturan Perpajakan I di Kementerian Keuangan, Bonarsius Sipayung. Dia menuturkan itu dalam sesi sosialisasi bea meterai November 2020, tak lama setelah pengesahan UU Bea Meterai yang baru.
“Sebelumnya, UU 13/1985, obyek bea meterai itu hanya dokumen kertas. Padahal seiring perkembangan zaman, dunia dan bisnis sudah beralih dari konvensional ke digital,“ kata Bonarsius.
“Ketika bicara dunia digital, itu paperless [nirkertas]. Maka, dalam UU Bea Meterai yang baru, dokumen tidak hanya didefinisikan sebagai kertas, tapi juga dokumen elektronik.
“Dokumen yang tidak dicetak harus dikenakan bea meterai, kalau memang berdasarkan ketentuan, termasuk objek bea meterai,” tuturnya.
Pada 2021, atau setahun setelah UU 10/2020 disahkan, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dari bea meterai dan penjualan benda meterai sebesar Rp10,6 triliun—naik 57% dari tahun 2020.
Proyeksi itu muncul dalam Nota Keuangan Rancangan APBN 2020 yang disampaikan pada 18 Agutus 2021 di DPR.
Direktorat Jenderal Pajak memproyeksikan potensi penerimaan negara sebesar Rp30 triliun, hanya dari penjualan meterai elektronik.
Bonarsius Sipayung, Kabsubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL, mengatakan proyeksi itu pada keterangan tertulis, Mei 2023. Dia berujar, pendapatan itu akan signifikan bagi program pemerataan pembangunan.
Bonarsius berkata, pungutan meterai elektronik adalah “kegiatan gotong royong” karena pungutan biaya tidak membedakan antara si kaya dan si miskin.
Aspek penerimaan negara inilah, yang menurut pakar hukum Trubus Rahardiansah, membebani para pendaftar seleksi CPNS—termasuk proses penyediaannya yang berpotensi menghambat nasib “calon pegawai negeri”.
“Kepentingan di balik ini adalah pendapatan negara, ada cuan yang masuk ke kas negara,” kata Trubus.
“Kalau mau adil, seharusnya pembubuhan meterai diwajibkan saat yang bersangkutan telah dipastikan diterima, bukan saat mendaftar.
“Terlihat sekali negara mengharapkan keuntungan dari proses seleksi CPNS ini. Kepentingannya tentang pemasukan negara, bukan soal pelayanan publiknya,” ujar Trubus.
Sebagai informasi, Dalam proses pendaftaran seleksi CPNS mewajibkan para pelamar membubuhkan meterai elektronik pada surat pernyataan data diri. BKN mendasarkan aturan ini dengan merujuk objek bea meterai.
Surat pernyataan para pendaftar CPNS itu antara lain memuat “kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945, tidak pernah dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun, dan tidak sedang berstatus sebagai PNS, polisi atau tentara“.
Dalam surat yang dibubuhkan meterai elektronik itu, para pendaftar CPNS menyebut bersedia dituntut di pengadilan jika pernyataan mereka pada kemudian hari “tidak benar“.
Surat pernyataan dengan meterai elektronik ini harus dimasukkan oleh para pendaftar ke portal seleksi CPNS. Namun karena penjualan meterai elektronik terhambat, BKN mempersilakan para pendaftar membubuhkan meterai tempel pada surat pernyataan data diri.
“Demi kelancaran pendaftaran,“ begitu pernyataan BKN tentang perubahan aturan tersebut, melalui akun Instagram mereka @bkngoidofficial, 5 September lalu.
(Feby Novalius)