JAKARTA - Public service obligation, alias kewajiban pelayanan publik PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) menjadi sorotan, dikarenakan kedua perusahaan bakal dinaungi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara).
Dalam skema PSO saat ini, Pertamina mendapat tugas menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi. Sementara PLN, menjalankan program subsidi listrik.
Muncul pertanyaan, penugasan PLN dan Pertamina bakal dihentikan pemerintah, bila kedua perseroan dicaplok BP Danantara?
Wakil Kepala BP Danantara Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang mengatakan, pihaknya memang akan menaungi PSO BUMN, termasuk PLN dan Pertamina. Namun, eksekusinya belum dapat dilakukan saat ini.
Dia mencatat, PSO dan aksi korporasi BUMN yang dinaungi BP Danantara paling lambat dilaksanakan di tahun depan. Sekalipun begitu, Kaharuddin belum merinci skema PSO BUMN nantinya.
“(PSO dan aksi korporasi dialihkan di 2025?) Oh iya, bisa seperti itu, bisa mungkin agak sedikit lebih lambat dan sebagainya,” ujar Kaharuddin kepada Okezone, Minggu (24/11/2024).
BP Danantara masih menunggu pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres).
Kaharuddin memperkirakan, kedua beleid bakal diterbitkan setelah kepulangan Presiden Prabowo Subianto dari kunjungan kerjanya di beberapa negara. Saat ini regulasi masih dalam tahap finalisasi dan segera dirampungkan oleh otoritas.
Dihubungi terpisah, Associate Director BUMN Research UI, Toto Pranoto menilai, BP Danantara perlu menyusun dua klaster BUMN sebagai skema pengelolaan aset perusahaan pelat merah.
Klaster yang diusulkan berupa fully komersial dan strategic asset. Menurutnya, skema ini sudah diterapkan Khazanah Nasional Berhad, perusahaan milik pemerintah Malaysia.
“Jadi ada satu contoh yang kira-kira hampir mirip case-nya, jadi kalau di Malaysia itu di bawah Khazanah superholding Khazanah,” ucap Toto.
“Dia (Khazanah) kelola itu kelompokan asetnya dari dua jenis tipe aset besar ya, satu kelompok aset yang gully komersial. Satu lagi kelompok yang disebut dengan strategic asset,” paparnya.
Fully komersial merupakan kumpulan perusahaan yang fokus mengembangkan bisnis secara komersial dan ditargetkan return yang tinggi. Misalnya perseroan di sektor perbankan dan properti.
“Kelompok yang fully komersial itu diberikan target return yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok yang disebut sebagai strategic asset,” beber dia.
“Nah, kalau yang kelompok komersial itu apa sih di Khazanah? Misalnya kelompok perbankan, Kelompok properti gitu ya, itu komersial itu, fully komersial,” lanjutnya.
Sedangkan, strategic asset adalah kelompok BUMN yang memiliki mandat tidak semata menghasilkan pendapatan (generate income), tetapi punya fungsi mengembangkan proyek strategis dan menjalankan PSO.
“Contohnya apa dalam kelompok yang strategic asset itu? Misalnya kelompok Seperti PLN, namanya Tenaga Nasional Berhad (TNB), itu PLN-nya Malaysia,” kata Toto.
BUMN yang masuk dalam strategic asset harus diberikan target return yang lebih rendah dari fully komersial karena mereka menjalankan PSO alias penugasan pemerintah.
“Jadi mungkin model ini hampir bisa diadopsi oleh model Danantara, kalau akan mengelola juga Pertamina dan PLN ya,” tuturnya.
(Taufik Fajar)