Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

MK Kabulkan RUKN, Sistem Unbundling Kelola Ketenagalistrikan Inkonstitusional

Dwi Fitria Ningsih , Jurnalis-Jum'at, 29 November 2024 |22:10 WIB
MK Kabulkan RUKN, Sistem Unbundling Kelola Ketenagalistrikan Inkonstitusional
MK kabulkan judicial reviwe UU Ciptakerja soal RKUN Ketenagalistrikan (Foto: Okezone)
A
A
A

Dia juga meminta agar pihaknya dilibatkan dalam setiap pembahasan RUU khususnya dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Ketenagalistrikan.

"Kami juga minta kepada pemerintah untuk dilibatkan dalam membahas RUU Ketenagakerjaan, RUU Ketenagalistrikan maupun RUU yang terkait dengan pengelolaan energi," katanya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang digelar hari ini mengabulkan permohonan Pengujian Materiil UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, sub-Klaster Ketenagalistrikan.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Suhartoyo.

Dalam putusannya, Suhartoyo mengatakan, Pasal 7 Ayat 1 dalam Pasal 42 angka 5 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

Pasal ini bertentangan dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai "Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan leh Pemerintah Pusat setelah mendapat pertimbangan DPR RI".

MK juga menyatakan kata "dapat" pada norma Pasal 10 ayat 2 UU Cipta Kerja Pasal 42 angka 5 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Adapun permohonan ini diajukan oleh berbagai serikat pekerja yang bekerja di bidang energi. Mereka merasa pasal tersebut merugikan konstitusionalitas mereka karena perbedaan perlakuan tarif antar daerah dan potensi diberlakukannya tarif listrik yang disamakan dengan konsep bisnis.

Hal ini dinilai membuat usaha penyediaan listrik tidak lagi di bawah penguasaan negara sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan listrik sebagai kebutuhan dasar.

Sebab itu, mereka meminta agar pasal yang mengancam penguasaan negara atas penyediaan listrik ini dibatalkan MK.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement