JAKARTA - Kisah Diaspora Indonesia yang menjadi distributor makanan di Amerika meraup keuntungan sambil beramal. Sejak 19 tahun belakangan ini, diaspora Indonesia, Geliga Purnama, menjalani profesi sebagai distributor untuk beragam produk roti dan kukis di bawah beberapa perusahaan miliknya di Amerika.
Pria asal pulau Bangka ini memiliki lima rute distribusi, yang masing-masing melayani 7 hingga 14 toko di negara bagian Virginia dan Maryland.
“Kita mempunyai hak distributor dari pabrik roti sama kukis, untuk mendistribusikan produk mereka ke beberapa daerah yang memang sudah menjadi hak untuk kita distribusikan,” ujar Geliga Purnama dilansir dari VOA, Jumat (20/12/2024).
Satu rute distribusi biasanya dikerjakan oleh satu karyawan. Sebagai distributor, Geliga menyiapkan lima armada truk, beserta bensin dan asuransi yang diperlukan.
“Asuransi untuk bisnis, asuransi kecelakaan untuk drivernya. Kalau ada apa-apa kan waktu dia sedang menjalankan pekerjaan itu menjadi tanggung jawab kita,” jelas Geliga.
Bisnis yang Cuan
Bisa memiliki rute distribusi untuk sebuah produk seperti roti atau kukis menurut Geliga adalah bagaikan investasi. Saat pertama kali menjalankan bisnis ini pada tahun 2005, satu rute bisa ia dapatkan dengan harga 150 ribu dolar Amerika atau hampir setara dengan 2.4 miliar rupiah.
“Kalau sekarang satu rute itu sekitar antara 600 ribu sampai 700 ribu (dolar Amerika) (Rp9,5-11 miliar),” katanya.
Geliga menambahkan, tidak hanya meraih penghasilan setiap minggunya, namun dengan bertambahnya tahun, nilai rute tersebut juga kian meningkat, “paling tidak satu kali lipat pada saat tahun ke-5 atau tahun ke-10.”
Masing-masing rute distribusi Geliga bisa menghasilkan sekitar 16 ribu dolar Amerika atau setara dengan 254 juta rupiah per minggu. Sesuai dengan kontrak yang ia miliki dengan pabrik yang memproduksi roti dan kukis, distributor akan meraih 20 persen dari penghasilan tersebut. Pihak pabrik akan meraih sisanya.
Menurut Geliga, bisnis ini menguntungkan, mengingat pembagian hasilnya berdasarkan komisi, atau harga jual di setiap masing-masing toko.
“Kita semua tau itu kan inflasi. Harga barang itu setiap tahun meningkat. Jadi sebagai perbandingan semenjak awal saya berbinisis itu tahun 2005. Itu awalnya harga roti itu 1 dolar 50 sen (Rp24.000). Dua puluh tahun kemudian itu hampir 6 dolar (Rp95 ribu),” tambahnya.
Berdasarkan pengalaman, penjualan roti biasanya meningkat di musim panas mengingat gaya hidup warga di Amerika yang gemar melakukan piknik dan memasak ala barbeque.
Sebaliknya, pada musim dingin, giliran kukis yang laris manis, karena banyak diborong oleh keluarga sebagai bekal camilan untuk anak-anak yang kembali masuk sekolah setelah liburan musim panas.
Walau menguntungkan, bisnis yang dijalankan oleh Geliga ini tak luput dari berbagai tantangan. Ketika karyawannya sakit atau berhalangan, ia harus siap turun tangan, mulai dari mengangkut roti-roti pada waktu dini hari dan mengendarai truk, serta mengatur agar seluruh toko-toko bisa tetap terlayani. Bagi Geliga, kerja keras adalah kunci yang menjadi modal menuju kesuksesan.
“Jam kerja kita nih, orang lagi tidur kita sudah di jalan. Jadi pagi-pagi kita sudah harus keluar, kita sudah harus ke toko-toko, kadang itu hujan, kadang itu snow (salju), dan kita tetap harus men-delivery semua produk kita,” tambahnya.
Kerja keras Geliga diakui oleh Armando Alfaro Parada yang akrab disapa AJ, manajer gudang tempat penyimpanan produk roti dan kukis di daerah Chantilly, Virginia. AJ sudah mengenal Geliga sejak tahun 2006 dan pernah bekerja untuknya.
“Dari situlah saya mempelajari bisnis ini. (Geliga) sangat hebat. Dia telah bekerja sangat keras untuk memastikan bisnisnya berada di tempat yang seharusnya, dan dia membuatnya jauh lebih besar daripada sebelumnya. Dia benar-benar sukses dalam apa yang dia lakukan,” ujar AJ kepada VOA.
Pengalaman Geliga dalam menjalankan bisnis ini juga tidak lepas dari kejadian lucu yang pernah ia alami, di mana ia sempat disangka hantu saat sedang mendorong dua rak roti yang tinggi keluar dari truknya, ketika hari masih gelap.
“Saya dorong dari belakang, terus di depan saya itu ada orang yang lagi (menyapu), lagi bersih-bersih. Terus dari jauh dia teriak, dia pikir rotinya berjalan sendiri, karena saya di belakang,” cerita Geliga sambil tertawa.
“Saya kaget, dia bilang ada ghost (hantu). Dia lihat kok roti jalan sendiri,” tambahnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)