BALI - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) terus mencari solusi terbaik untuk masa depan industri kelapa sawit Indonesia. Kemenhub menyadari bahwa dalam pengelolaan hutan dan industri memiliki keterkaitan yang erat dan perlu diintegrasikan dengan baik.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan, Muchamad Saparis Soedarjanto mengatakan, lebih dari 95% kawasan hutan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, hutan Indonesia tak hanya menjadi sumber air bersih, tetapi juga energi dan bahan pangan. Namun, perkembangan industri, terutama perkebunan sawit, menuntut perhatian serius.
“Hutan dan sawit harus dilihat sebagai satu kesatuan lanskap yang saling mendukung,” jelas Saparis, dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 Day 2 di Bali Beach Convention, Bali, Kamis (13/02/2025).
Dengan pertumbuhan budidaya sawit yang mencapai 1,25% per tahun, kebutuhan mendesak akan keseimbangan ekologis semakin nyata. Oleh karena itu, artinya hutan dan perkebunan sawit tidak dapat dipisahkan.
“Keduanya harus menjadi bagian dari lanskap yang harmonis, berkontribusi pada ekonomi lokal tanpa mengorbankan lingkungan,” tambahnya.
Dirinya pun mendorong transisi dari pengelolaan berbasis kayu menuju model berbasis masyarakat, memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam menjaga keberlanjutan. Perubahan kebijakan diperlukan agar hutan dan hasil non-kayu bisa dikelola secara berkelanjutan.
“Paradigma pengelolaan harus bergeser dari berbasis kayu menjadi berbasis masyarakat,” tegasnya.
Langkah-langkah perlindungan hutan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) dan mitigasi bencana alam menjadi bagian dari strategi ini.
“Kami percaya bahwa integrasi antara hutan dan sawit bukan hanya diperlukan, tetapi juga mendesak untuk masa depan yang lebih baik,” terang dia.
Menurutnya, dengan upaya dan komitmen yang tepat, harapan untuk menjaga keanekaragaman hayati dan mengurangi emisi karbon bukanlah mimpi semata.
“Kita harus aktif melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam,” ujar Saparis.
Di tengah ancaman deforestasi dan dampak perubahan iklim, Indonesia, dengan hutan seluas 116 juta hektare menghadapi tantangan monumental. Maka dari itu, diperlukan untuk mengubah paradigma pengelolaan hutan.
Dia mengungkapkan visi ambisius untuk menyelamatkan hutan Indonesia. Ia menegaskan pentingnya perlindungan kawasan hutan bukan hanya untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga untuk perekonomian global.
“Sejak 1970, hutan telah menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi kita. Namun, kita kini dihadapkan pada tantangan besar, yaitu mengintegrasikan pengelolaan hutan dan industri sawit,” katanya.
(Feby Novalius)