Misalnya, seperti tindak dc lapangan yang mengambil paksa barang atau harta nasabah dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata sehingga debitur dapat mengajukan gugatan.
Tindakan pengambilan paksa ini juga dapat dijerat dengan pasal pencurian sebagaimana diatur di dalam Pasal 362 KUHP.
Adapun jika melakukan pengambilan paksa disertai kekerasan atau ancaman kekerasan, maka dapat dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP atau Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023.
Apabila dc lapangan terjerat pasal pencurian, maka akan mendapat ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 900 ribu.
Sedangkan jika terjerat pasal penarikan barang atau harta debitur secara paksa tanpa adanya perjanjian maka dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.
Jika dc lapangan hanya melakukan teror, nasabah juga masih dapat melakukan gugatan dengan landasan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 juncto UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tidak hanya itu, untuk pinjol yang mempekerjakan dc lapangan yang terjerat hukum juga akan terkena sanksi pidana karena dianggap turut serta melakukan dan membantu melakukan berdasarkan pada ketentuan Pasal 55 KUHP lama atau Pasal 20 UU 1/2023 tentang KUHP baru dan Pasal 56 KUHP lama atau Pasal 21 UU 1/2023 tentang KUHP baru.
Itulah beberapa sanksi pidana yang bisa saja diterima oleh para dc lapangan pinjol yang melakukan intimidasi, tindak kekerasan atau penarikan barang secara paksa tanpa adanya perjanjian terlebih dahulu.
Apabila nasabah mendapatkan teror dari dc lapangan, nasabah bisa langsung melapor terlebih dahulu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Barulah setelah itu melakukan pelaporan ke polisi dengan berbagai bukti yang ada.
(Taufik Fajar)