JAKARTA - 5 mata uang terendah di ASEAN. Indonesia masuk daftar. Hal ini didasarkan pada nilai tukarnya dengan dolar AS. Dari 11 negara yang tergabung dalam ASEAN, lima diantaranya memiliki nilai mata uang yang cukup rendah.
Asia Tenggara merupakan kawasan yang terdiri dari beragam negara dengan kondisi ekonomi yang berbeda-beda. Nilai tukar ini dapat mencerminkan stabilitas ekonomi, tingkat inflasi, hingga daya saing global dari masing-masing negara.
Meski nilai tukar rendah tidak selalu menandakan lemahnya ekonomi, hal ini tetap menjadi perhatian khusus, terutama dalam konteks perdagangan internasional dan investasi asing.
Dong Vietnam menempati posisi terendah sebagai mata uang paling lemah di ASEAN. Pada September 2024, nilai tukar 1 USD setara dengan 26.005 VND, atau hanya sekitar 0,000041 USD per 1 VND.
Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya dong antara lain menurunnya aktivitas ekspor Vietnam, ketatnya regulasi investasi asing, dan lesunya sektor properti. Kombinasi dari ketiga hal ini memicu tekanan besar terhadap perekonomian negara, yang pada akhirnya berdampak pada nilai tukar mata uangnya.
Kip Laos berada di posisi kedua sebagai mata uang terendah di Asia Tenggara. Nilai tukar per 1 USD adalah sekitar 21.637 LAK, atau 1 LAK bernilai hanya sekitar 0,000045 USD.
Selain pertumbuhan ekonomi yang lambat, Laos juga dibebani utang luar negeri yang tinggi. Pemerintahnya masih berjuang mengendalikan inflasi, namun berbagai kebijakan yang diambil sejauh ini belum berhasil mengangkat nilai kip secara signifikan.
Meski menjadi negara terbesar secara ekonomi di ASEAN, Indonesia menempati posisi ketiga dalam daftar mata uang terendah. Pada kuartal ketiga 2024, nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp16.965 per USD, atau sekitar 0,000065 USD untuk 1 IDR.
Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari tekanan ekonomi global, laju inflasi, hingga ketidakpastian pasar domestik. Meski demikian, Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas rupiah melalui kebijakan moneter yang lebih responsif.
Riel Kamboja menjadi mata uang keempat terendah di ASEAN, dengan nilai tukar 1 USD sebesar 4.00 KHR atau sekitar 0,00025 USD per 1 KHR. Meskipun perekonomian Kamboja tumbuh, terutama dari sektor pariwisata dan tekstil, penggunaan riel dalam transaksi masih sangat terbatas.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar transaksi besar di Kamboja masih dilakukan dalam dolar AS, membuat peran riel sebagai alat pembayaran utama menjadi kurang dominan. Ketergantungan terhadap dolar juga menjadi tantangan tersendiri bagi kestabilan mata uang lokal.
Kyat Myanmar berada di urutan kelima mata uang paling rendah di kawasan Asia Tenggara. Nilai tukar 1 USD mencapai 2.101 MMK atau 1 MMK setara dengan sekitar 0,00048 USD. Ketidakstabilan politik dan ekonomi di Myanmar sangat memengaruhi nilai tukar kyat.
Konflik internal yang berlarut-larut serta berbagai sanksi internasional membuat Myanmar sulit memperbaiki posisinya di mata pasar global. Selain itu, perubahan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten juga turut memperburuk kepercayaan investor terhadap kyat.
(Taufik Fajar)