JAKARTA - Pemberlakuan tarif tambahan 10 persen oleh Amerika Serikat (AS) selama 90 hari terhadap produk tekstil dan garmen Indonesia menimbulkan kekhawatiran serius bagi pemerintah dan pelaku industri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa tarif rata-rata produk tekstil dan garmen Indonesia yang saat ini berkisar antara 10 hingga 37 persen, akan meningkat secara signifikan dengan adanya tambahan tarif tersebut.
"Nah, dengan berlakunya tarif selama 90 hari untuk 10 persen, maka tarif rata-rata Indonesia yang untuk khusus di tekstil, garmen ini kan antara 10 sampai dengan 37 persen, maka dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10," jelas Menko Airlangga dalam konferensi pers di Washington DC, Jumat (18/4/2025) pagi waktu Indonesia.
Menko Airlangga menekankan bahwa peningkatan tarif ini menjadi perhatian utama bagi Indonesia, karena akan berdampak langsung pada daya saing ekspor tekstil dan garmen Indonesia di pasar AS.
Tambahan biaya akibat tarif tersebut berpotensi dibebankan kepada eksportir Indonesia, karena pembeli di Amerika Serikat cenderung meminta pembagian beban biaya tersebut.
"Jadi ini juga menjadi concern bagi Indonesia karena dengan tambahan 10 persen ini, ekspor kita biayanya lebih tinggi karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut," tambahnya.
Menyadari dampak negatif yang mungkin timbul, Indonesia telah mengambil langkah proaktif dalam negosiasi dengan Amerika Serikat. Dalam pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) dan Secretary of Commerce, Indonesia dan AS telah menyepakati langkah-langkah lanjutan yang akan dibahas oleh tim teknis dari kedua belah pihak.
"Nah, dalam pertemuan tersebut Indonesia menyepakati dengan Amerika akan diberikan langkah-langkah lanjutan dengan tim teknis baik dari USTR maupun dari Secretary of Commerce," ungkap Menko Airlangga.
(Taufik Fajar)