Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Konvensi ILO 188, Momentum RI Lindungi Awak Kapal Perikanan

Fir Yal Huwaida Zahirah , Jurnalis-Senin, 21 April 2025 |18:41 WIB
Konvensi ILO 188, Momentum RI Lindungi Awak Kapal Perikanan
Konvensi ILO 188, Momentum RI Lindungi Awak Kapal Perikanan  (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Perlindungan pekerja Indonesia di kapal perikanan masih terbatas. Hal ini disayangkan mengingat Indonesia adalah negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan memiliki ribuan kapal perikanan yang mengarungi laut dalam dan perairan internasional.

Berbeda dengan pekerja di sektor niaga yang sudah memiliki pijakan kuat melalui Konvensi Ketenagakerjaan Maritim (MLC 2006) yang telah diratifikasi pada tahun 2016 menjadi UU No. 15 tentang Tenaga Kerja Maritim Kapal Niaga. 

1. Perlindungan Tenaga Kerja

Konvensi ILO No. 188 tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (ILO C188) menjadi kesempatan pemerintah Indonesia untuk melindungi tenaga kerja di kapal perikanan. Konvensi ini dirancang sebagai jawaban atas maraknya praktik kerja paksa, eksploitasi, dan perdagangan manusia di sektor perikanan global.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat saat menerima kunjungan Tim 9 dan Jejaring Serikat Pekerja Sektor Maritim nyatakan sepakat untuk menyegerakan Ratifikasi ILO C188 ini. 

Dalam pertemuan itu dijelaskan oleh Sofyan dari Serikat Awak Kapal Transport Indonesia (SAKTI) benerapa fakta di lapangan bahwa Awak kapal perikanan bekerja tanpa kontrak kerja yang adil dan transparan sehingga tidak memiliki sistem pengupahan dan jaminan sosial yang layak.

"Mereka direkrut hanya bermodal KTP tanpa pelatihan dasar keselamatan kerja di laut dan bahkan banyak yang menjadi korban kerja paksa atau perbudakan modern", ujar Sofyan, Senin (21/4/2025).

2. Perlindungan Nelayan

Di samping, itu menurut Sofyan ratifikasi bisa melindungi nelayan lokal dengan memberikan kejelasan aturan bagi joint inspection untuk kapal asing yang masuk ke Indonesia yang nantinya melindungi ekosistem laut Indonesia.

Sementara itu menurut Sulistri dari SBMI, jika Indonesia meratifikasi ILO C188, tentu kegetiran yang dialami para pekerja perikanan drastis akan berkurang dan akan setara dengan perlindungan awak kapal niaga misalnya ada jaminan upah minimum, akses terhadap jaminan sosial, dan hak cuti. 

"Termasuk tentunya dengan membentuk mekanisme tripartit maritim untuk menyelesaikan perselisihan industrial sektor perikanan", tegas Sulistri.

 

3. Standar Kerja yang Layak

Berdasarkan pengalamannya saat menjabat Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat mengamini masukan dari Tim 9 bahwa dengan ratifikasi itu memang akan meningkatkan citra internasional Indonesia sebagai negara yang serius memerangi kerja paksa di sektor kelautan. Dampak positifnya adalah membuka lebih luas pasar ekspor perikanan ke negara-negara yang telah mensyaratkan standar kerja yang layak.

"Iya waktu jadi Kepala BNP2TKI, saya membuat Peraturan Kepala Badan terkait dengan Perlindungan Pekerja Kapal Niaga dan juga Pekerja Penagkap Ikan di Perairan Internasional dan itu mendapat sambutan Internasional yang sangat positif", ujar Jumhur

Tim 9 adalah merupakan kumpulan organisasi penggiat untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 yang terdiri dari Sulistri (SBMI), Sofyan (SAKTI), Supardi (KAMIPARHO), Nur Iswanto (FSP Maritim Indonesia-KSPSI), Ari Purboyo (JANGKAR KARAT), Gemilang (GREENPEACE), Adrian dan Juwarih (SBMI) dan Dika (KSPN). 

Menurit Tim 9 ini dukungan dari Ketua Umum  KSPSI dalam pertemuan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa gerakan buruh Indonesia menyadari pentingnya instrumen hukum ini. 

"Bahkan Jumhur Hidayat menyatakan akan menyuarakan ratifikas Konbensii ILO 188 ini pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) sebagai bagian dari agenda perjuangan buruh Indonesia", pungkas Sulistri.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement