Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Indeks Manufaktur RI Anjlok, Paling Rendah di ASEAN

Feby Novalius , Jurnalis-Sabtu, 03 Mei 2025 |21:11 WIB
Indeks Manufaktur RI Anjlok, Paling Rendah di ASEAN
Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat mengalami penurunan. (Foto: Okezone.com/Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat mengalami penurunan signifikan, mencapai level 46,7 pada April 2025. Penurunan ini menjadi yang terdalam di antara negara-negara sejawat di kawasan ASEAN.

Sementara itu, PMI manufaktur Filipina masih berada di fase ekspansif, karena kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, tidak terlalu berdampak bagi mereka. Selain itu, kebijakan perlindungan pasar dalam negeri Filipina dianggap lebih afirmatif, membantu sektor manufaktur mereka tetap berkembang.

Berdasarkan laporan S&P Global, PMI manufaktur yang mengalami kontraksi pada April 2025, antara lain Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), Jerman (48,0), Taiwan (47,8), Korea Selatan (47,5), Myanmar (45,4), dan Inggris (44,0). Meskipun PMI manufaktur China berada di fase ekspansi (50,4), tetapi mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya.

Menurut Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti, sektor industri manufaktur di Indonesia mencatatkan kondisi kesehatan yang kurang baik memasuki triwulan II-2025. 

“Ini kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Selain itu, penurunan tajam sejak Agustus 2021,” ungkapnya, Sabtu (3/5/2025). 

Menanggapi keadaan tersebut, S&P Global melaporkan, sejumlah perusahaan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. 

“Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,” imbuhnya.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, penurunan ini sangat signifikan hingga 5,7 poin dibanding capaian PMI manufaktur pada bulan Maret lalu yang masih berada di tingkat ekspansif sebesar 52,4. 

"Ini sekaligus menandakan bahwa optimisme atau kepercayaan diri dari para pelaku industri manufaktur di dalam negeri semakin menurun di tengah situasi uncertainty saat ini,” katanya. 
 
Survei PMI manufaktur merupakan survey persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan (optimis atau pesimis) pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini. “Artinya dari hasil survei tersebut, ada tekanan psikologis pada persepsi pelaku usaha mengadapi perang tarif global dan banjir produk impor pada pasar domestik,” terangnya.

 

 Perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada April 2025 sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2025 yang tercatat berdada di level 51,90. Meskipun masih di dalam fase ekspansi, namun lajunya mengalami perlambatan dibandingkan bulan Maret 2025 yang sebesar 52,98 atau menurun sebesar 1,08 poin. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilai IKI April 2025 juga mengalami koreksi sebesar 0,40 poin.

Febri mengemukakan, sejumlah pelaku industri manufaktur di Indonesia masih menunggu kepastian dari hasil negosiasi perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah menemui pihak pemerintah Amerika Serikat. Sebab, dengan adanya kepastian hukum melalui kebijakan dari pemerintah, pelaku industri akan dapat percaya diri untuk menjalankan usahanya sehingga tidak dalam kondisi wait and see seperti saat ini.


“Pelaku industri kita bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut, karena bisa menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu,” paparnya.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement