JAKARTA - Ini tanda-tanda ekonomi RI sedang tidak baik. Di antaranya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh melambat hanya 4,87% (year-on-year) pada Kuartal I-2025.
Situasi ekonomi Indonesia pun menunjukkan gejala. Indikatornya seperti pertumbuhan yang melambat, meningkatnya angka pengangguran hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini menjadi bukti bahwa kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih dan stabil.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menyiapkan kebijakan yang berfokus pada peningkatan daya beli masyarakat, stimulus ekonomi, dorongan investasi, dan akselerasi belanja pemerintah.
"Mewaspadai kondisi tersebut, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada Kuartal II-2025, Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan yang berfokus pada peningkatan daya beli, stimulus ekonomi, dorongan investasi, dan akselerasi belanja Pemerintah," tutur Menko Airlangga.
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako pada bulan Mei-Juni, serta mencairkan Gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Pencairan gaji ke-13 dan penyaluran bansos diharapkan memberikan stimulus bagi perekonomian nasional, terutama dalam mendorong konsumsi rumah tangga," kata Menko Airlangga.
Selain itu, insentif fiskal juga akan diberikan di sektor properti, otomotif, dan padat karya, sambil terus menjaga stabilisasi harga pangan.
Jumlah pengangguran terbuka yang terus bertambah. Berdasarkan data terbaru, terdapat sekitar 7,5 juta orang di Indonesia yang belum memiliki pekerjaan. Hal ini mencerminkan bahwa penyerapan tenaga kerja belum seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja.
Daya beli masyarakat pun belum menunjukkan pemulihan yang signifikan. Walaupun inflasi tergolong rendah, pendapatan sebagian besar masyarakat masih belum kembali normal, sehingga konsumsi rumah tangga berjalan lambat dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Beberapa sektor utama seperti industri pengolahan dan perdagangan belum sepenuhnya pulih. Aktivitas produksi dan distribusi masih terbatas, menyebabkan alur ekonomi belum bergerak secara optimal. Ini menandakan perlunya dorongan lebih kuat untuk memperbaiki rantai pasok dan produktivitas nasional.
Pengusaha buka suara soal gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Tercatat, sebanyak 24.036 pekerja kena PHK hingga April 2025.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyampaikan penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) jauh lebih penting untuk dipikirkan, dibandingkan dengan isu angka PHK pada 2025.
Bob mengatakan gelombang PHK tidak hanya terjadi di Indonesia. Salah satu bank besar di Singapura juga berencana untuk mengurangi 4 ribu tenaga kerja dalam beberapa waktu ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kontraksi pada konsumsi pemerintah sebesar 1,38 persen pada Kuartal I 2025 secara year-on-year (yoy).
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, kontraksi tersebut disebabkan oleh normalisasi belanja pemerintah, berbeda dengan Kuartal I tahun sebelumnya yang terdapat belanja besar terkait Pemilu.
"Berdasarkan pertumbuhan PDB menurut pengeluaran, seluruh komponen mengalami pertumbuhan positif, kecuali konsumsi pemerintah," ujar Amalia dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS, Senin (5/5/2025).
Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah konkret dari pemerintah dalam memperkuat struktur ekonomi nasional. Langkah seperti menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dan mendorong pertumbuhan UMKM akan sangat berperan dalam memperbaiki kondisi ekonomi ke depan.
(Feby Novalius)