JAKARTA - JLL Indonesia menyoroti adanya perubahan perilaku konsumen dalam memilih tempat tinggal, terutama pasca pandemi. Salah satu temuan menarik menunjukkan bahwa minat masyarakat mulai bergeser dari apartemen ke rumah tapak.
Perubahan preferensi ini menjadi indikasi kuat bahwa masyarakat, khususnya generasi muda, kini semakin menghargai kenyamanan dan ruang hunian yang lebih fleksibel. Rumah tapak dinilai memberikan keleluasaan yang tidak banyak ditemukan pada hunian vertikal seperti apartemen.
Namun demikian, apartemen masih memiliki segmen peminat tersendiri. Di kawasan non-Central Business District (non-CBD), tipe studio tetap menjadi pilihan utama bagi mahasiswa dan pekerja muda karena faktor lokasi dan efisiensi biaya. Para pengembang pun mulai menyesuaikan diri dengan tren ini.
“Biasanya apartemen-apartemen kota atau kondominium ini lokasinya dekat dengan pusat pendidikan, atau mungkin di daerah komersial,” ujar Country Head JLL Indonesia, Muhammad Yunus Karim, dalam media briefing yang digelar di Kantor JLL Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
“Jadi berusaha untuk menarik penyewa dari students atau workers di wilayah tersebut dengan segmen yang menengah ke bawah,” tambahnya.
Dia menambahkan bahwa kondisi ini juga memengaruhi distribusi pasokan apartemen.
“Memang itu yang membuat akhirnya supply distribution banyak didominasi oleh tipe studio,” jelasnya.
Namun, tantangan signifikan tetap muncul dari segi keterjangkauan. Suku bunga tinggi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia saat ini membuat banyak calon pembeli ragu untuk mengambil langkah besar seperti membeli rumah. Meski demikian, beberapa bank dan pengembang mulai menawarkan skema pembiayaan serta promosi yang lebih menarik.
“Kita lihat memang cara-cara atau strategi yang diterapkan oleh pengembang itu banyak terkait dengan, misalnya, payment terms yang bisa mengakomodasi affordability buyers,” ungkap Yunus Karim. “Kemudian juga ada promosi-promosi yang menarik untuk bisa mendapatkan atau meningkatkan penjualan,” tambahnya.
JLL juga mencatat bahwa proporsi pembeli saat ini semakin berimbang antara investor dan pengguna akhir. Bahkan, pembeli pengguna akhir kini mencapai sekitar 60%, menunjukkan bahwa rumah tak lagi sekadar aset investasi, tetapi telah menjadi kebutuhan utama.
Di sisi lain, perkembangan pemukiman di daerah pinggiran kota menimbulkan tantangan baru. Akses terhadap fasilitas umum seperti transportasi, pendidikan, dan layanan kesehatan belum selalu memadai. Oleh karena itu, edukasi tidak hanya diperlukan bagi calon pembeli, tetapi juga bagi para pengembang dan pembuat kebijakan.
Dengan demikian, pesan inti dari acara media briefing JLL kali ini sangat jelas: literasi keuangan menjadi faktor kunci di tengah dinamika pasar properti yang terus berubah. Dari memahami skema cicilan, mengenali risiko, hingga memilih lokasi yang ideal—semuanya merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh generasi masa kini.
(Feby Novalius)