Kementerian Keuangan mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menggelontorkan dana untuk aksi iklim sebesar Rp610,12 triliun sepanjang tahun 2016 hingga 2023.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan realisasi pendanaan APBN untuk iklim secara rata-rata sebesar Rp76,3 triliun per tahun atau 3,2 persen dari APBN.
“Secara kumulatif, totalnya mencapai Rp610,12 triliun. Ini mencakup baru 12,3 persen dari kebutuhan pembiayaan iklim hingga tahun 2030,” kata Boby.
Pemerintah terus mengoptimalkan pembiayaan publik dan mendorong keterlibatan sektor swasta.
Dari sisi pemerintah, Kemenkeu telah memberikan berbagai insentif pajak, seperti untuk sektor pembangkit listrik terbarukan dan kendaraan listrik. Sejak tahun 2019 hingga 2024 pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor-sektor terkait iklim, yang diperkirakan mencapai Rp51,5 triliun hingga akhir 2025.
Di sisi lain, pemerintah juga menyusun skema pembiayaan inovatif seperti green sukuk, obligasi SDG, dan penerapan taksonomi keuangan berkelanjutan.
Di luar APBN, pemerintah menerapkan blended finance yang mencampurkan pembiayaan antara pemerintah dan swasta.
Misalnya dari sektor swasta, pemerintah mendorong upaya pelaku untuk proaktif mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik berkelanjutan, dan berinovasi dalam teknologi ramah lingkungan, termasuk efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan pelaporan jejak karbon produk.
Pemerintah juga mendorong pelaku usaha melakukan penandaan anggaran iklim dan mendukung pelaksanaan kebijakan nilai ekonomi karbon, yang kini terbuka untuk pasar domestik dan internasional.
(Taufik Fajar)