JAKARTA – Bisnis hotel mengalami krisis dengan tingkat okupansi hanya 40%. Krisis ini membuat pengusaha hotel dan restoran mempertimbangkan untuk melakukan efisiensi, termasuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menyikapi potensi PHK pada industri perhotelan, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyiapkan mitigasi atau antisipasi terkait potensi PHK di sektor industri perhotelan.
“Ini harus kita lihat sebagai realitas, lalu selanjutnya adalah bagaimana kita menyikapinya,” kata Menaker, dikutip dari Antara, di Kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Yassierli mengatakan pihaknya senantiasa aktif melakukan antisipasi melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), fasilitas pelatihan dan peningkatan kompetensi (reskilling and upskilling), hingga wacana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK).
“Kemnaker juga menyediakan fasilitas reskilling dan upskilling, serta mendukung penuh Satgas PHK yang bergerak dari hulu ke hilir. Itu suatu inisiatif yang menjadi bantuan mitigasi,” ujar Menaker.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyatakan industri perhotelan mengalami penurunan okupansi lantaran adanya efisiensi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang sudah diberlakukan Presiden Prabowo Subianto sejak awal 2025.
Di sisi lain, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta pada Senin (26/5) mencatat tingkat hunian hotel di Jakarta turun terutama pada triwulan pertama 2025 dan kondisi ini dapat memicu PHK karyawan.
Survei Badan Pimpinan Daerah PHRI DKI Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya menunjukkan sebanyak 96,7% hotel melaporkan penurunan tingkat hunian.
Merujuk survei tersebut, sebanyak 66,7% responden menyebutkan penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan, seiring dengan kebijakan pengetatan anggaran yang diterapkan pemerintah.
Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik. Hal ini terjadi karena kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap kunjungan ke Jakarta masih tergolong sangat kecil.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari tahun 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisman sebesar 1,98% per tahun dibandingkan dengan wisatawan domestik.
(Feby Novalius)