Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Program Makan Bergizi Gratis: Janji Multidimensi untuk Indonesia Emas 2045

Anggie Ariesta , Jurnalis-Rabu, 18 Juni 2025 |17:35 WIB
Program Makan Bergizi Gratis: Janji Multidimensi untuk Indonesia Emas 2045
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi besar untuk mencapai tujuan multidimensi. (Foto: dok SindoNews)
A
A
A

JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto dan resmi diluncurkan pada 6 Januari 2025, memiliki potensi besar untuk mencapai tujuan multidimensi. Program ini tidak hanya berupaya meningkatkan kualitas gizi anak-anak, tetapi juga memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menyoroti bahwa efektivitas program ini sangat bergantung pada pendekatan terintegrasi yang mampu menyelaraskan berbagai aspek tersebut secara simultan.

"Prioritas utama sebaiknya ditekankan pada peningkatan kualitas gizi anak sebagai dasar kesehatan dan produktivitas jangka panjang, sekaligus memberdayakan UMKM lokal melalui penyediaan bahan baku dan makanan bergizi yang diproduksi secara lokal," ujar Josua kepada MNC Portal, Rabu (18/6/2025).

Ia menambahkan, hal ini tidak hanya mendorong kemandirian ekonomi komunitas, tetapi juga memperkuat rantai pasok untuk program MBG, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah.

Program MBG berada di bawah pengelolaan Badan Gizi Nasional (BGN) dan merupakan salah satu program andalan serta termasuk dalam 8 program hasil terbaik cepat pemerintahan Prabowo Subianto untuk membangun sumber daya manusia (SDM) unggul sebagai fondasi Indonesia Emas 2045. Indonesia menjadi negara ke-8 di Asia Tenggara yang mengimplementasikan program serupa.

Dalam APBN 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk mendanai program MBG dengan target 19,47 juta penerima manfaat. Program ini menyasar peserta didik mulai dari jenjang PAUD hingga SMA/sederajat, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Program MBG dilandasi oleh fakta permasalahan gizi buruk dan prevalensi stunting yang masih tinggi di Indonesia, serta rendahnya rata-rata lama sekolah anak dan penurunan skor PISA. Hal ini mengindikasikan urgensi perbaikan SDM, khususnya dengan intervensi pada 70 persen penduduk yang tidak mampu mengakses makanan bergizi seimbang akibat kurangnya daya beli.

Meskipun memiliki potensi besar, implementasi MBG menghadapi tantangan kompleks. Josua mengidentifikasi beberapa di antaranya.

"Tantangan utama dalam implementasi MBG meliputi koordinasi lintas sektor yang kompleks antara berbagai kementerian seperti Kesehatan, Pendidikan, dan Perdagangan, serta pemerintah daerah," ungkap Josua.

Untuk menjamin kualitas makanan bergizi, diperlukan penetapan standar mutu yang ketat dan mekanisme pengawasan terpadu. Pemberdayaan UMKM lokal juga menghadapi kendala seperti keterbatasan kapasitas produksi, distribusi, dan akses pasar yang merata.

Mengenai keberlanjutan fiskal jangka panjang, khususnya dengan perluasan cakupan hingga seluruh jenjang pendidikan dan daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), Josua menyarankan pemerintah untuk melakukan pengelolaan anggaran yang berkelanjutan.

"Penyediaan anggaran tambahan seperti yang telah dialokasikan sebesar Rp100 triliun harus disertai dengan penyesuaian prioritas dan pemanfaatan multipihak agar tidak membebani APBN secara berlebihan," jelas Josua.

Ia juga menekankan pentingnya strategi fiskal counter-cyclical yang adaptif untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan memastikan kontinuitas program tanpa mengorbankan sektor prioritas lain. Pendanaan alternatif seperti kemitraan dengan sektor swasta dan partisipasi daerah juga dapat memperkuat pondasi pembiayaan berkelanjutan.

Program pemberian makanan bergizi untuk anak sekolah telah dilaksanakan di sejumlah negara, menjangkau hampir 418 juta anak pada tahun 2022. Contohnya, National School Lunch Program di Amerika Serikat, The Mid-Day Meal Scheme di India, dan Homegrown School Feeding di Afrika. Studi World Bank (2024) menunjukkan program semacam ini meningkatkan tingkat kehadiran dan partisipasi, serta mengurangi malnutrisi. Di Afrika, program ini juga mampu memperluas kesempatan petani lokal, mendorong ekonomi pedesaan, dan memperkuat ketahanan pangan.

"Indonesia dapat mengadopsi model integrasi sosial-ekonomi yang kuat dan sistem pengawasan yang transparan serta mendorong partisipasi komunitas," kata Josua. 

Ia juga menambahkan bahwa pendekatan berbasis teknologi informasi menjadi kunci dalam monitoring dan evaluasi yang dapat mempercepat respons atas kendala di lapangan.

Di Indonesia, implementasi MBG yang resmi dimulai pada 6 Januari 2025 akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari PAUD hingga SMA/sederajat di semua wilayah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Dalam pelaksanaannya, bahan makanan yang diolah juga menggunakan sumber pangan lokal.

Melalui Perpres Nomor 83 Tahun 2024, pemerintah menunjuk Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjalankan program ini. BGN telah dilengkapi dengan unit kerja yang komprehensif, meliputi Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola, Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan, serta Inspektorat Utama. Pembagian kewenangan ini diharapkan memastikan program berjalan baik, tepat sasaran, efektif, dan efisien dalam penggunaan anggaran.

Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan (DJA) Kemenkeu menyatakan bahwa implementasi MBG mencakup penyediaan makanan bergizi (memenuhi standar gizi seimbang), edukasi gizi (penyuluhan dan pendidikan gizi), pemantauan dan evaluasi (status gizi berkala), kerja sama lintas sektor (melibatkan Kemenkes, Kemendikbudristek, Kemensos, BPOM, pemda, dll.), serta pemberdayaan UMKM lokal dalam rantai pasok.

DJA menegaskan bahwa dengan fokus pada kelompok kritis seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak, program ini diharapkan memberikan dampak signifikan pada perkembangan kognitif, kesehatan, dan produktivitas generasi mendatang.

Program MBG tidak hanya memberi manfaat bagi penerima, tetapi juga manfaat ekonomi bagi petani, produsen lokal, dan UMKM. BGN berkomitmen untuk mengikutsertakan mereka dan terus berkoordinasi dengan Kemendes PDT serta Kemenkop agar BUMDes dan Koperasi berperan sebagai pemasok bahan pangan.

Target penerima manfaat pada tahun anggaran 2026 akan ditetapkan sesuai arahan Presiden, mempertimbangkan kesiapan BGN, serta hasil pemantauan dan monitoring pelaksanaan program oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas.

"Program MBG diyakini mampu memberikan dampak positif menyeluruh bagi kesehatan, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan," kata Josua.

(Agustina Wulandari )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement