Mengenai asumsi inflasi, Sri Mulyani mencatat masukan dari fraksi Gerindra dan PKB yang mengusulkan rentang inflasi 2 hingga 4 persen, di atas target pemerintah yang sebesar 1,5 hingga 3,5 persen.
Fraksi Gerindra berpendapat perlunya memperkuat ruang bagi peningkatan daya beli masyarakat, sedangkan Fraksi PKB menganggap target pemerintah terlalu moderat.
Menkeu menjelaskan bahwa dalam menentukan target 1,5 hingga 3,5 persen, pemerintah berkoordinasi erat dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter.
Rentang target tersebut ditetapkan dengan tiga pertimbangan utama: menjaga ekspektasi harga tetap terjangkar dan menjadi asas stabilitas di tengah volatilitas global; melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, mengingat inflasi yang tinggi jelas akan menggerus daya beli rakyat; serta mendukung iklim investasi dan konsumsi domestik. Pemerintah tetap bersikap antisipatif untuk menjaga ruang fleksibilitas.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah telah berjalan sangat baik dan akan terus ditingkatkan. Langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas, termasuk menghadapi faktor ketidakpastian seperti perubahan iklim, akan terus dijaga.
Dalam strategi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah akan terus berhati-hati dan fleksibel untuk menjaga yield atau imbal hasil SBN agar tetap terkendali. Imbal hasil SBN 10 tahun ditargetkan akan tetap berada pada rentang 6,6 persen hingga 7,2 persen.
Pemerintah juga menghargai pandangan Fraksi Golkar yang mengusulkan agar yield SBN dapat diupayakan di bawah level 6,6 persen.
Di tengah ketidakpastian global, SBN Indonesia tetap menjadi instrumen yang diminati investor. Investor global mencatat pembelian bersih sebesar Rp40,8 triliun year to date.
Imbal hasil SBN 10 tahun sendiri telah menunjukkan tren penurunan dari 7,02 persen menjadi 6,62 persen pada 26 Juni. Pemerintah akan terus melakukan koordinasi dengan otoritas moneter dalam menjaga yield SBN yang kompetitif.
(Taufik Fajar)