Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

BSU 2025 Wajib Diberikan ke Pekerja Industri Ekspor yang Tertekan Tarif Trump

Cahya Puteri Abdi Rabbi , Jurnalis-Rabu, 09 Juli 2025 |00:10 WIB
BSU 2025 Wajib Diberikan ke Pekerja Industri Ekspor yang Tertekan Tarif Trump
BSU 2025 Wajib Diberikan ke Pekerja Industri Ekspor yang Tertekan Tarif Trump. (Foto: Okezone.com/Freepik)
A
A
A

JAKARTA – Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 wajib diberikan kepada pekerja di industri yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat (AS). Hal ini menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump yang tetap mengenakan tarif impor sebesar 32% kepada Indonesia, sehingga sektor tersebut diprediksi mengalami tekanan besar.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan pemerintah harus siap terhadap kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, utamanya di industri padat karya, karena akan terdampak keputusan Trump yang tetap mengenakan tarif impor 32% kepada Indonesia.

Pemerintah harus memberikan paket stimulus lengkap, termasuk diskon tarif listrik terhadap industri padat karya, misalnya sebesar 40% selama satu tahun.

“Kemudian juga proteksi terhadap produk-produk impor, termasuk juga harusnya ada pengawasan yang lebih ekstra di kawasan berikat, karena banyak barang-barang jadi impor yang bocor dari pusat kawasan berikat itu,” tutur Bhima, Selasa (8/7/2025).

Untuk Bantuan Subsidi Upah, Bhima menyarankan agar bansos tersebut diberikan kepada sektor yang berorientasi pasar ke Amerika Serikat, sebesar minimal Rp600 ribu per bulan, dan diberikan selama tiga bulan. Hal ini untuk mencegah terjadinya PHK massal dan penurunan daya beli masyarakat.

“Kemudian PPh 21 karyawan yang ditanggung pemerintah itu bisa diperluas, dan terakhir mungkin penguatan pasar dalam negeri juga, sebenarnya itu yang paling penting,” kata Bhima.

Menurut Bhima, pengenaan tarif ini mencerminkan kegagalan negosiasi yang sebelumnya dilakukan pemerintah dalam upaya mendapatkan keringanan perihal tarif.

 

Dia membeberkan efek beruntun dari tetap diberlakukannya tarif 32% kepada Indonesia.

“Kalau pengenaan 32%, output ekonomi turunnya Rp164 triliun. Kemudian, pendapatan tenaga kerja turunnya Rp52 triliun, ekspor turunnya Rp105,9 triliun, kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan serapan tenaga kerja 1,2 juta orang,” kata Bhima.

Bhima menyebut pemberlakuan tarif ini berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia karena sejumlah sektor padat karya masih bergantung pada Negeri Paman Sam tersebut, seperti sektor alas kaki dan pakaian jadi. Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus nanti, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh level 4,7–4,8% year on year.

“Yang harus bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya ya, yang pertama harus mencoba untuk mendorong diversifikasi tujuan pasar ekspor, salah satunya ke intra-ASEAN, kemudian dipenetrasi lagi ke negara BRICS atau daerah lain di Timur Tengah, Amerika Latin, dan Asia Selatan,” ujar Bhima.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement