Ironisnya, ketika aparat mencoba melakukan penertiban, tidak sedikit warga yang justru memberikan dukungan kepada pengemudi odong-odong. Sikap ini dapat dipahami, karena mereka bukan pelaku kejahatan, melainkan warga biasa yang menggantungkan hidup dari jasa hiburan keliling ini.
Apalagi, layanan odong-odong masih diminati oleh banyak keluarga, terutama di kawasan padat yang kekurangan ruang publik dan sarana rekreasi yang layak. Di tengah mahalnya biaya rekreasi, terbatasnya ruang bermain anak, dan tidak tersedianya angkutan keluarga yang terjangkau, odong-odong seolah menjadi satu-satunya pilihan yang bisa dijangkau.
Namun, keterbatasan ekonomi tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mempertahankan praktik yang mengandung risiko tinggi. Setiap kali penertiban ditolak, dan setiap kali kecelakaan berlalu tanpa tindak lanjut, kita sebenarnya sedang membiarkan anak-anak terus hidup dalam ancaman.
(Feby Novalius)