Menurut Sri Mulyani, berbagai risiko seperti suku bunga utang, nilai tukar dan pembiayaan ulang atau refinancing akan terus dimonitor dan tetap berada pada batas aman, baik dalam jangka pendek maupun menengah.
Meskipun demikian, dia mengakui adanya pekerjaan rumah untuk pendalaman pasar uang dan pasar obligasi di Indonesia yang perlu ditingkatkan, yang berarti kolaborasi dengan otoritas moneter, OJK, dan industri keuangan harus diperkuat.
Mengutip dari Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2025, realisasi pembayaran bunga utang hingga semester I 2025 telah mencapai Rp257,08 triliun atau setara dengan 46,5 persen dari pagu yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Angka ini menunjukkan kenaikan 7,13 persen dibandingkan pembayaran bunga utang pada periode yang sama tahun lalu.
Pembayaran bunga utang ini terdiri dari pembayaran kupon Surat Berharga Negara (SBN), bunga atas pinjaman, dan biaya-biaya lain yang timbul dari program pengelolaan utang pemerintah.
Realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri mencapai Rp235,15 triliun, atau 46,5 persen dari pagu APBN 2025, dan naik 7,89 persen dari tahun lalu.
Sementara itu, realisasi pembayaran bunga utang luar negeri mengalami sedikit penurunan 0,45 persen, dari Rp22 triliun pada semester I-2024 menjadi Rp21,9 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Pemerintah memperkirakan total anggaran yang akan dihabiskan untuk pembayaran bunga utang pada tahun 2025 mencapai sekitar Rp552,1 triliun. Angka perkiraan realisasi ini hampir 100 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2025, yaitu Rp552,9 triliun.
(Dani Jumadil Akhir)