Pemerintah berencana menjatuhkan sanksi administratif berupa surat peringatan kepada pemilik lahan yang tidak memanfaatkan tanahnya selama dua tahun berturut-turut. Jika peringatan diabaikan, lahan tersebut dapat diambil alih oleh negara.
"Pemerintah tidak akan serta-merta melakukan seperti itu karena ada masa tunggunya, sekian tahun, ada peringatannya, tiga kali peringatan supaya lahan itu tidak ditelantarkan," jelas Hasan.
Dia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya soal produktivitas, tetapi juga semangat keadilan.
Pemerintah juga menyoroti kasus-kasus di mana pemilik modal besar menguasai lahan melebihi hak yang diberikan.
"Kalau ada kapital-kapital besar yang memiliki lahan atau mengelola lahan di luar kewenangannya. Misalnya dia dapat hak untuk mengelola 100 ribu hektar. Tapi dia mengelola 150 ribu hektar, dan sisanya itu tentu akan harus dikembalikan kepada negara. Ini untuk keadilan. Jadi semangat pemerintah untuk keadilan," katanya.
Hasan menekankan, pemerintah ingin memastikan tanah yang sudah diberikan haknya benar-benar dimanfaatkan secara produktif, sesuai peruntukan, dan tidak menjadi sumber sengketa di kemudian hari.
"Jadi semangatnya itu bukan semangat mengambil, semangatnya itu adalah mendorong orang yang memiliki lahan, supaya menjadikan lahannya produktif atau digunakan supaya nanti tidak dihidupin orang. Tiba-tiba 10 tahun datang, sudah ada orang di sana. Jadi konflik agraria. Untuk mencegah konflik-konflik yang tidak perlu," pungkasnya.
(Taufik Fajar)