JAKARTA - Harga tiket pesawat menuju Singapura diperkirakan mengalami kenaikan mulai Januari 2026. Peningkatan harga tiket disebabkan kebijakan baru Pemerintah Singapura yang mewajibkan penggunaan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan atau sustainable aviation fuel (SAF) dengan komposisi campuran minimal 1% mulai 1 Januari 2026.
"Singapura itu, mulai 1 Januari 2026 itu mandat 1% dengan SAF. Kemudian konsekuensinya, kalau kita belum ada mandat (penggunaan SAF) tetapi pesawat rute internasional kita terbang di wilayah udara lain yang sudah mandat, itu akan kena carbon tax," ujarnya saat ditemui pada acara Indonesia Aero Summit 2025 di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Denon menjelaskan, kebijakan Singapura atau negara lain itu akan memicu tambahan beban biaya operasional bagi maskapai, terutama akibat penerapan pajak karbon atau carbon tax yang dikenakan kepada penerbangan yang memasuki atau melintasi wilayah udara negara-negara yang telah menetapkan mandat emisi karbon. Menurutnya, tambahan itu pada akhirnya akan dibebankan kepada penumpang.
Dengan demikian, tiket pesawat tujuan Singapura dipastikan akan lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Kenaikan ini bukan hanya disebabkan oleh harga bahan bakar alternatif yang lebih tinggi, tetapi juga oleh konsekuensi regulasi karbon yang kini semakin ketat di kawasan Asia Tenggara.
"Contohnya kalau sekarang ada rute Garuda ke Amsterdam, itu kan melewati juga sebagian besar *Mainland*, nah itu akan kena *carbon tax*, per penumpang," tambahnya.
INACA mendorong pemerintah untuk menyusun regulasi pengelolaan ruang udara Indonesia. Salah satunya pengenaan carbon tax bagi maskapai asing yang belum menerapkan mandat SAF jika melintasi ruang udara Indonesia.
"Sehingga kalau misalnya ada maskapai lain yang lewat di airspace Indonesia, penerapan pentarifan carbon tax-nya juga harus didesain oleh Indonesia. Karena setiap negara yang dilewati pesawat itu buang karbon di negara mereka, itu kena carbon tax," lanjutnya.
INACA mendukung transisi menuju penerbangan berkelanjutan. Di Indonesia sendiri, pemerintah melalui Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan penerapan bioavtur berbasis used cooking oil (minyak jelantah) dengan target campuran sebesar 3 persen pada 2026. Langkah ini dilakukan untuk mendukung target nasional mencapai net zero carbon pada 2060.
INACA menekankan bahwa penerapan bahan bakar ramah lingkungan harus diikuti dengan strategi distribusi yang efisien dan terdesentralisasi agar biaya tidak melonjak tajam. Jika dikelola dengan baik, penggunaan bioavtur dalam negeri diharapkan dapat menekan biaya operasional maskapai dan menjaga harga tiket tetap terjangkau bagi masyarakat.
(Feby Novalius)