BANDUNG - Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan mendapatkan pinjaman Rp3 miliar dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman Dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih.
Dengan pemberian pinjaman Rp3 miliar ke Kopdes Merah Putih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyakini hal ini tidak akan mengganggu kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, skema Dana Desa sebagai penjamin kredit memberikan kepastian bagi industri perbankan, sehingga pengelolaan Kopdes Merah Putih diharapkan semakin baik.
"Karena bank bukan satu-satunya yang menanggung kerugian, karena dari anggaran atau Dana Desa menjadi back up-nya," ujar Dian saat diskusi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (2/8/2025).
Menurutnya, pengelolaan Kopdes Merah Putih juga menjadi perhatian perhatian pemerintah daerah dan pemerintah pusat. "Saya kira yang kalau seandainya koperasi itu bergeliat, maka koperasi kemudian sejahtera, positif, tentu di desa juga dampaknya akan sangat besar, itu akan bisa memiliki dampak yang juga cukup baik," ujarnya.
Dalam PMK Nomor 49 Tahun 2025, diatur mengenai pemberian kredit bagi Kopdes Merah Putih maksimal Rp3 miliar dengan bunga 6 persen dan tenor 72 bulan atau 6 tahun.
Sementara, hingga Juni 2025, kredit perbankan tumbuh 7,77 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp8.059,79 triliun. Kualitas kredit perbankan juga dinilai tetap terjaga, dengan rasio NPL gross sebesar 2,22 persen dan NPL net sebesar 0,84 persen.
Di sisi lain, Pemerintah bakal menggunakan sisa anggaran lebih (SAL) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai suntikan modal untuk Koperasi Desa Merah Putih. Sebagai catatan, SAL APBN tercatat sebesar Rp457,5 triliun.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin.
“Pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Keuangan melalui APBN, memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan melalui penempatan dana pemerintah. Pendanaan yang didukung pemerintah, termasuk kami menggunakan SAL yang ada di Bank Indonesia (BI), disatukan melalui fasilitas pinjaman dari perbankan,” kata Sri Mulyani.
Dengan suntikan pendanaan itu, Sri Mulyani menegaskan Kopdes Merah Putih tidak mengganggu likuiditas dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
Keempat bank yang mendapat mandat, yakni BNI, BRI, Mandiri dan BSI, bisa memberikan pinjaman kepada Kopdes Merah Putih dengan suku bunga rendah 6 persen, tenor hingga 6 tahun, dan masa tenggang 6-8 bulan dengan mempertimbangkan kapasitas usaha dari masing-masing koperasi. Ketentuan ini juga turut dibahas bersama Himbara dan Kementerian BUMN.
Namun, kata Sri Mulyani, bank Himbara harus melakukan due diligence atau uji tuntas penilaian kinerja sebelum menyalurkan pinjaman. Dengan begitu, penyaluran kredit bisa dilakukan dengan baik tanpa menambah risiko bagi perbankan.
“Jadi, ini bukan masalah jatah tiap koperasi harus dapat sekian. Tapi mereka harus melakukan due diligence yang benar agar pinjaman tersebut bisa benar-benar digunakan dalam membangun ekonomi desa dan kelurahan,” jelas dia.
Sri Mulyani pun telah meneken PMK Nomor 49 Tahun 2025 yang mengatur rincian tata cara pinjaman bagi Kopdes Merah Putih. PMK ini ditetapkan dan diundangkan pada 21 Juli 2025.
“Ini diharapkan menjadi payung hukum bagi perbankan dan Kopdes Merah Putih dalam melaksanakan pinjam-meminjam secara benar,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengeluarkan aturan lebih lanjut yang merinci kewenangan, kewajiban, dan dukungan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk pengembalian pinjaman. Selain itu, juga terkait mekanisme persetujuan pinjaman, terutama dari bupati/wali kota, kepada koperasi.
Sementara untuk aturan penggunaan DAU untuk pengembalian pinjaman dan persetujuan pinjaman pada level desa, akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).
“Ini untuk memberikan klarifikasi agar ekonomi berjalan. Karena ekonomi tidak jalan kalau tidak ada kepastian atau muncul ketidakpastian. Di sinilah pemerintah bertugas untuk mengambil risiko tersebut namun tidak menciptakan moral hazard, sehingga semua tetap bertanggung jawab namun pemerintah memberikan dukungan secara penuh,” tutur Sri Mulyani.
(Dani Jumadil Akhir)