Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa penggunaan musik dari layanan streaming pribadi seperti Spotify dan YouTube di ruang publik, termasuk restoran, kafe, pusat kebugaran, hotel, hingga pusat perbelanjaan, tetap dianggap sebagai bentuk pemutaran komersial yang wajib membayar royalti kepada pencipta lagu atau pemilik hak terkait.
Penegasan ini disampaikan oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menanggapi pemberitaan mengenai dugaan tunggakan royalti oleh salah satu gerai Mie Gacoan di Bali. Menurut Agung, masih banyak pelaku usaha yang belum memahami perbedaan antara penggunaan pribadi dan penggunaan komersial dalam konteks pemutaran musik. Ia menekankan bahwa memutar musik di ruang publik, meskipun bersumber dari akun streaming pribadi, tetap dianggap sebagai komunikasi pertunjukan kepada publik dan oleh karena itu harus tunduk pada aturan pembayaran royalti sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021.
“Musik yang diputar di restoran atau ruang publik lainnya bukan konsumsi pribadi. Itu sudah termasuk pertunjukan kepada publik dan wajib membayar royalti,” ujar Agung.
Anggota DPR RI sekaligus musisi, Pasha Ungu, menegaskan bahwa aturan terkait royalti musik merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku industri musik di Tanah Air.
Menurutnya, banyak musisi yang menggantungkan hidup sepenuhnya dari industri musik, sehingga penarikan royalti menjadi bentuk keadilan bagi mereka.
"Pelaku industri ini kan hidupnya dari industri. Kita hidupnya dari royalti, dalam tanda petik, bagi karya-karya yang memang diterima dan digunakan, serta memiliki nilai," ujar Pasha di Kompleks DPR RI.
(Feby Novalius)