JAKARTA - Indonesia berlabel sebagai produsen sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Foreign Agricultural Service, United States Department of Agriculture (USDA), produksi minyak sawit Indonesia 2024 mencapai 46,5 juta metrik ton. Angka ini setara dengan sekitar 58 persen dari total produksi minyak sawit global.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa mengatakan, pihaknya ingin menyatukan visi pekebun sawit smallholders, utamanya dalam kondisi tantangan industri edible oil (minyak yang dapat dimakan) global hari ini. Menurutnya, Indonesia tidak boleh terlena dengan status sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Menurutnya, tingkat pertumbuhan per tahun Crude Palm Oil (CPO) Indonesia selama rentang 5 tahun terakhir cenderung stagnan yakni hanya 1,04 persen. Angka tersebut di bawah CAGR minyak nabati lain seperti kedelai (soybean) di 2,98 persen atau bahkan rapeseed yang mampu menembus 6,25 persen. Kedudukan sawit sebagai yang terproduktif dan termurah, sangat berpotensi disalip komoditas lain dan tentunya akan berisiko, tidak hanya bagi industri sawit nasional itu sendiri, namun juga untuk ekonomi bangsa hingga kesejahteraan petaninya.
“Maka, sebagai anugerah yang diberikan tuhan bagi Indonesia, sawit sangat perlu dikelola agar manfaat besarnya mampu terus terpelihara. Itu tugas kita bersama untuk meningkatkan produktivitas sawit nasional secara berkesinambungan. Sehingga kedaulatan pangan dan energi yang menjadi salah satu cita-cita pendiri bangsa ini, dapat kita wujudkan bersama-sama," katanya di Jakarta, Senin (18/8/2025).
Jatmiko menegaskan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dicanangkan pemerintah bisa menjadi game changer dalam mendongkrak produksi minyak sawit nasional. Sebab, kebun sawit rakyat yang secara komposisi memiliki porsi terbesar dari luas perkebunan sawit di Indonesia, produktivitas CPO-nya berada jauh di bawah pelaku sawit lain akibat usia tanaman yang sudah tua.
“Sawit rakyat protasnya hanya berkisar di 2-3 ton CPO per Ha per tahun. Terkendala akibat usia tanaman yang kebanyakan tua bahkan renta. Tapi realisasi PSR nasional sebagai solusinya, ternyata sangat jauh dari sasaran. Rata-rata di bawah 50 persen per tahun. Itu kenapa penting bagi kita bersama untuk memperluas dan mengakselerasi PSR,” ucapnya.
Dia mengakui bahwa pihaknya memiliki tugas khusus mengenai PSR, yang sejatinya nyata dijalankan secara konsisten. Ada berbagai jalan yang disiapkan dalam program yang disebut PTPN untuk sawit rakyat. Pertama, jika ingin bermitra penuh dengan single manajemen, kedua, ingin membeli bibit (sawit unggul bersertifikat) secara swadaya dan ketiga offtaker dengan pendampingan perusahaan.
"Di mana kita tetap membantu mengurusi PSR, bisa. Dan terakhir, memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani dan kelembagaannya,” ungkap Jatmiko.
Menurutnya program yang dijalankan tersebut, telah berbuah manis bagi petani sawit yang di Provinsi Riau dan dirinya ingin hal ini, disampaikan pula kepada seluruh petani yang ada di Indonesia. “Maka terima kasih kepada Regional III yang menginisiasi acara silaturahmi di bulan kemerdekaan ini dan dapat dijadikan wadah untuk menyebarkan informasi ke petani-petani di Regional lain di berbagai pulau dan provinsi,” ucapnya.
Sementara itu, PTPN IV PalmCO yang merupapkan sub Holding PTPN III (Persero) mengundang puluhan petani sawit dari berbagai kabupaten dan kota di Indonesia untuk mengunjungi kantor pusat di Jakarta. Sebanyak 42 orang petani dari 38 lembaga pekebun yang didampingi pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (ASPEKPIR), diterima langsung oleh Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa dan Direktur Hubungan Kelembagaan Irwan Perangin-angin, di Gedung Agro Plaza jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
“Kami sangat bersyukur, pada momentum bulan kemerdekaan ini, kita dapat bersilaturahmi dengan perwakilan petani sawit yang ada di Nusantara," katanya.
Menurutnya, para petani tersebut turut berjasa dalam membangun ekonomi bangsa melalui produksi tandan buah segar sawit mereka yang kemudian di olah menjadi CPO ataupun produk turunan lainnya, sehingga tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan dan energi di dalam serta luar negeri, tapi juga membuka lapangan pekerjaan sampai mendatangkan devisa bagi negara. "Bapak ibu adalah pejuang masa kini, yang melalui kebun sawit masingmasing, telah berkontribusi banyak buat negeri ini,” tambahnya.
Puluhan petani yang sengaja diundang PalmCo itu datang dari beragam provinsi dan pulau seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Palembang, Jawa Barat, hingga beberapa titik di pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sejumlah petani yang hadir membagikan pengalaman mereka pasca bermitra dengan PalmCo. Dista Khoesnul, petani sekaligus pengurus KUD Tunas Muda mengaku hidupnya berubah sejak bermitra dengan PalmCo. “Dulu penghasilan pas-pasan, sekarang saya bisa menyekolahkan anak sampai sarjana,” ucapnya.
Sama halnya dengan Hadianto, Ketua Koperasi Produsen Makarti Jaya yang berada di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu, mengukukuhkan single manajemen yang dijalankan PalmCo memang layak mendapat predikat the best role model dari Kementerian Pertanian.
Rekomendasi teknis petani dalam pengurusan PSR yang telah terbit hingga semester I 2025 mencapai 11 ribu Ha. Sementara dari 24 ribu yang diremajakan PalmCo, 14 ribu Ha sudah menghasilkan dengan rata-rata produktivitas TBS di atas standar nasional. Petani dan kelembagaannya juga semakin sejahtera dengan SHU di atas Rp6 juta per bulan dan saldo koperasi petani yang tembus Rp13 sampai Rp19 juta per tahun.
(Dani Jumadil Akhir)