JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot karena meningkatnya aksi jual investor terhadap saham-saham big cap. Koreksi IHSG hampir 6%, sejak menyentuh level tertinggi lebih dari 8.000, sampai tergerus hingga 7.500 dalam waktu kurang dari 3 hari.
Meski IHSG dibayangi aksi jual, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis tidak akan menerapkan pembekuan sementara perdagangan alias trading halt.
Bursa juga belum berkeinginan untuk mengubah lagi aturan trading halt, yang sebelumnya ditetapkan apabila indeks turun lebih dari 5%. Kini aturan ini mensyaratkan lebih dari 8%.
“Belum,” kata Direktur Utama BEI Iman Rachman saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta Selatan, Senin (1/9/2025).
Sesuai aturan yang baru, trading halt memiliki ketentuan bahwa perdagangan saham akan dihentikan selama 30 menit apabila IHSG turun lebih dari 8% dalam sehari.
Ini bakal dilanjutkan apabila koreksi terjadi lebih dari 15%.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, mengharapkan investor dapat bijak dalam menyikapi dinamika pasar.
“Kita lihat memang ada dampak yang positif dan tentunya kepada para investor untuk betul-betul bijak dalam berinvestasi, tidak berdasarkan rumor, tapi berdasarkan fakta. Itu yang utama,” ujar Inarno di Gedung BEI, Senin (1/9).
IHSG dalam beberapa hari terakhir tertekan akibat arus keluar dana asing. Namun BEI menegaskan fundamental pasar Indonesia tetap kuat.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengatakan penambahan bobot emiten dalam indeks global seperti MSCI dan FTSE menjadi bukti bahwa pasar modal RI diperhitungkan di mata global.
“Fundamental kita masih bagus, indeks kita juga. Kemarin MSCI rebalancing, bobot kita naik, FTSE juga ada inclusion, weight-nya juga naik. Ini menunjukkan bahwa market kita bagus dan kuat,” tutur Irvan.
(Feby Novalius)