JAKARTA – Harga emas diprediksi kembali menguat pada awal perdagangan pekan depan. Menurut Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi, penguatan dipengaruhi sejumlah faktor fundamental dan geopolitik yang terjadi belakangan ini.
Untuk diketahui, pada penutupan pasar Sabtu pagi, harga emas dunia tercatat berada di level USD 3.587 per troy ounce. Ibrahim memperkirakan, harga tersebut berpotensi naik menuju level USD 3.615 pada awal pekan, dan bahkan bisa mencapai USD 3.700 hingga akhir tahun 2025.
"Harus diingat, berdasarkan teknikal di pagi ini bahwa harga emas dunia sampai akhir tahun berdasarkan monthly, ya itu di USD 3.700. Jadi ada kemungkinan besar dalam transaksi di hari Senin ini akan menuju USD 3.613," kata Ibrahim, Minggu (7/9/2025).
Ia mengungkapkan, jika seandainya harga emas dunia benar berada di level USD 3.613, maka kemungkinan di bulan September–Oktober harga emas dunia itu akan menyentuh level USD 3.670 di bulan Oktober, kemudian sampai akhir tahun itu di USD 3.700. Namun, ia juga mengingatkan adanya potensi koreksi harga.
"Seandainya harga emas koreksi, ada kemungkinan besar dia kembali ke level USD 3.570, kemudian ke harga terendah kalau seandainya koreksi di USD 3.550," sebutnya.
Ibrahim menyoroti beberapa faktor utama yang mendorong penguatan harga emas dunia, antara lain data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang dirilis belum lama ini, di mana data tersebut menunjukkan jumlah pengangguran turun hingga 4,3 juta, lebih rendah dari ekspektasi pasar.
"Ini mengindikasikan bahwa ada kemungkinan besar Bank Sentral Amerika ini akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan di minggu depan, tanggal 16–17. Nah, ini yang membuat spekulasi Bank Sentral Amerika menurunkan suku bunga, sehingga banyak investor papan atas mengambil posisi beli sampai di level USD 3.613 di hari Senin," jelasnya.
Tak hanya faktor ekonomi, gejolak politik di AS juga disebut Ibrahim turut berperan. Menurutnya, pekan depan menjadi momen yang krusial bagi perpolitikan AS, mengingat adanya sidang banding dari anggota Dewan Gubernur The Fed, Lisa Cook, terhadap pemecatan yang dilakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
"Di sini Trump sebagai eksekutif kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan dari pengadilan. Nah, ini pun juga membuat situasi perpolitikan di Amerika kembali meningkat," tambahnya.
Selain itu, Trump juga akan mengajukan banding ke pengadilan federal terkait keputusan sebelumnya yang menyatakan kebijakan perang dagangnya ilegal. Ketegangan perang dagang juga meningkat dengan India yang kini menantang kebijakan perdagangan AS dan mulai menggunakan mata uang regional BRICS untuk transaksi internasional.
"Trump sendiri sangat menentang bahwa perdagangan internasional itu cuma satu, yaitu menggunakan dolar. Sehingga ada kemungkinan besar Trump akan mengenakan tarif 100% terhadap negara-negara anggota BRICS yang menggunakan mata uang regionalnya," kata Ibrahim.
Ketegangan geopolitik global pun turut memengaruhi pergerakan harga emas. Presiden Rusia, Vladimir Putin, dikabarkan mengancam akan melakukan serangan besar-besaran ke Ukraina jika NATO dan Amerika terus mencampuri konflik tersebut.
"Putin sudah mengancam kemungkinan besar akan melakukan penyerangan besar-besaran, baik menggunakan drone, misil, dan lain-lain. Nah, ini yang akan membuat tensi geopolitik di Eropa terus memanas," lanjutnya.
Sementara itu, situasi di Timur Tengah juga kian memanas menjelang sidang PBB. AS disebut menolak pemberian visa kepada sekitar 60 pejabat Palestina yang ingin hadir dalam forum internasional tersebut.
"Hampir 60 pejabat Palestina tidak mendapatkan visa untuk bergabung dalam sidang PBB. Nah, di sisi lain pun juga hampir separuh wilayah kota Jalur Gaza sudah dikuasai oleh pasukan Israel dan ini pun mendapat kecaman-kecaman baik dari Mesir maupun Qatar," tutupnya
(Feby Novalius)