Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Jakarta Menuju Kota yang Lebih Nyaman dan Berkelanjutan

Anindita Trinoviana , Jurnalis-Rabu, 24 September 2025 |08:56 WIB
Jakarta Menuju Kota yang Lebih Nyaman dan Berkelanjutan
Suasana CFD di Jakarta (Foto: iNews Media Group/Muhammad Refi Sandi)
A
A
A

JAKARTA - Jakarta dengan segala keistimewaannya kerap menjadi kota tujuan masyarakat luar daerah untuk mencari peluang hidup. Namun sayangnya, keterbatasan lahan yang tersedia tidak dapat mengimbangi kebutuhan ruang yang terus meningkat. 

Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mencari upaya untuk membuat Kota Jakarta menjadi lebih nyaman dan berkelanjutan. Tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pengaturan pemanfaatan lahan secara bijak. 

Salah satu instrumen yang memiliki peran penting dalam pembangunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini dikarenakan PBB dapat mendorong pemanfaatan tanah agar tidak hanya menjadi objek spekulasi, melainkan dimanfaatkan secara produktif melalui kebijakan yang adil dan proporsional. 

Strategi Jakarta dalam Bangun Kota

Di Jakarta, penerapan PBB dibedakan antara objek hunian dan non-hunian. Dasar perhitungan PBB untuk hunian hanya sebesar 40 persen dari NJOP, sementara untuk non-hunian sebesar 60 persen dari NJOP.

Skema ini dirancang untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pemilik tanah, kebutuhan pembangunan, dan keberlanjutan tata ruang kota.

Selain itu, manfaat PBB juga kembali kepada masyarakat melalui pembangunan ruang publik dan fasilitas umum, seperti taman kota yang asri serta layanan transportasi umum yang lebih baik. Pemprov DKI Jakarta juga memberikan insentif bagi warga, di antaranya pembebasan PBB 100 persen untuk rumah tapak dengan NJOP hingga Rp2 miliar, khusus bagi wajib pajak orang pribadi, yang berlaku untuk satu objek pajak.

Adanya kebijakan PBB ini juga untuk menghadapi tantangan dalam pengelolaan tata ruang kota. Diketahui, Jakarta memiliki luas wilayah sekitar 661,5 kilometer persegi dengan jumlah penduduk yang telah melampaui 10 juta jiwa berdasarkan data BPS Jakarta pada April 2024. 

Penyempitan lahan di Jakarta terjadi akibat berbagai faktor. Selain pertumbuhan penduduk, kondisi alam seperti banjir rob, abrasi, dan penurunan muka tanah turut memperburuk situasi.

Alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman maupun komersial, ditambah praktik spekulasi tanah, semakin menekan ketersediaan ruang yang layak. Jakarta juga menjadi salah satu kota termacet di Indonesia menurut data TomTom Traffics.

Kondisi tersebut membawa dampak luas, mulai dari permukiman yang semakin padat, berkurangnya ruang terbuka hijau, hingga meningkatnya harga tanah dan properti yang membuat akses terhadap hunian layak semakin sulit. Dari sisi lingkungan, penyempitan lahan juga berkontribusi pada meningkatnya polusi, berkurangnya daerah resapan air, serta tingginya risiko banjir.

Oleh karenanya, partisipasi masyarakat dalam membayar PBB tepat waktu bukan sekadar kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk kontribusi nyata dalam membangun Jakarta yang lebih tertata, adil, dan berkelanjutan.

Istimewanya, Pemprov DKI Jakarta memberikan diskon untuk para warga yang melunasi PBB. “Warga juga mendapat potongan 5 persen apabila melunasi PBB sebelum 30 September 2025, yang sekaligus menjadi batas akhir pembayaran PBB-P2 tahun ini,” ujar Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta.

Jadi, jangan lupa untuk membayar PBB demi pembangunan Kota Jakarta yang lebih nyaman dan berkelanjutan. 

(Agustina Wulandari )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement