JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak akan membuka ruang bagi praktik tambang tanpa izin (PETI) untuk sekadar dilegalkan. Pemerintah justru mendorong transformasi tambang rakyat supaya tertib izin dan berkelanjutan melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Cecep Mochammad Yasin, menjelaskan bahwa kebijakan WPR bertujuan mengalihkan aktivitas tambang ilegal menjadi kegiatan yang terkelola dengan baik.
“Kita upayakan untuk bisa melalui adanya pengembangan melalui WPR, Wilayah Pertambangan Rakyat. Kita alihkan, kita legalisasi bukan melegalisasi apa yang mereka lakukan pada saat itu, tapi kita coba transformasi ke WPR, wilayah-wilayah yang memang sudah ada izin. Kita kembangkan seperti itu,” ujar Cecep, Senin (10/11/2025).
Dia menegaskan bahwa pendekatan tersebut tidak dimaksudkan memberi ampunan bagi pelaku PETI, melainkan agar masyarakat tambang beroperasi dengan memperhatikan keselamatan dan lingkungan.
“Pemerintah ingin agar peran serta masyarakat bisa lebih bertanggung jawab, lebih terkelola, baik aspek lingkungannya, keselamatannya, maupun penerimaan negaranya,” tambahnya.
Cecep mengungkapkan bahwa ESDM kini memperkuat tata kelola sektor minerba lewat sistem digital terpadu bernama Minerbawan. Sistem ini mengintegrasikan seluruh rantai aktivitas pertambangan, mulai dari perizinan, eksplorasi, produksi, hingga penjualan.
“Kita sudah mengintegrasikan yang semula masih terpisah-pisah, dari eksplorasi hingga pengangkutan dan penjualan, semua tercatat secara elektronik di Minerbawan,” ujarnya.
Ia menuturkan, platform ini juga dilengkapi sejumlah aplikasi seperti Minerba Online Monitoring System untuk pelaporan produksi, e-PNBP untuk pencatatan penerimaan negara bukan pajak, dan MPV untuk verifikasi penjualan.
“Aplikasi Minerba Online Monitoring System itu memastikan setiap pengapalan dan produksi tercatat secara elektronik. Lalu ada aplikasi e-PNBP yang meningkatkan rasio ketercapaian royalti karena lebih transparan dan menutup peluang kebocoran,” jelasnya.
Menurut Cecep, penerapan sistem digital ini menjadi tonggak penting dalam reformasi tata kelola minerba agar lebih efisien dan akuntabel.
“MPV itu terkait verifikasi penjualan, otomatis apa yang dijual memang clear terkait kualitas dan kuantitas. Semua diverifikasi bersama stakeholder, termasuk Bea Cukai, Syahbandar, dan perwakilan pemerintah dari sektor ESDM,” katanya.
Selain digitalisasi, Cecep menyoroti pentingnya pengawasan di lapangan. Kementerian ESDM kini membentuk jajaran Gakkum Minerba untuk memperkuat koordinasi lintas lembaga dan aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan kegiatan pertambangan ilegal.
“Kita baru membentuk jajaran Gakkum dari sisi pengawasan. Dulu fokusnya hanya pada pemberi izin, tapi sekarang akan lebih fokus mengoordinasikan penindakan bersama kepolisian dan aparat hukum lain,” ujarnya.
Melalui penguatan Gakkum, pemerintah berharap upaya penindakan terhadap tambang ilegal bisa berjalan lebih sistematis dan efektif.
“Dengan adanya jajaran Gakkum ini, kebocoran terkait illegal mining akan lebih mudah diatasi. Koordinasi dengan APH akan lebih solid,” tegas Cecep.
Pemerintah juga menegaskan kepatuhan lingkungan sebagai syarat mutlak bagi pelaku usaha tambang. Sebelum mendapat izin operasi tahun berikutnya, perusahaan wajib menempatkan jaminan reklamasi dan mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) bila beroperasi di area kehutanan.
“Ketentuan baru ini salah satu kewajiban sebelum diberikan persetujuan untuk melakukan kegiatan di tahun ke depan. Penempatan jaminan reklamasi bisa dilakukan,” jelas Cecep.
(Feby Novalius)