JAKARTA - Rencana Toyota mengembangkan ekosistem bioetanol di Indonesia mendapat tanggapan positif. Ekonom senior The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan, rencana yang akan ditindaklanjuti dengan pembentukan joint venture antara Pertamina dan Toyota paling lambat 2026 sebagai langkah bisnis yang cerdas.
“Saya kira betul ya (langkah cerdas). Karena nanti bioetanol yang diproduksi Pertamina akan lebih match dan tepat dengan teknologi pada mayoritas kendaraan bermotor roda empat yang dikembangkan di Indonesia. Karena mayoritas kendaraan roda empat di Indonesia kan produksi Toyota,” ujar Sunarsip, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dari sisi ekonomi, Sunarsip menyebut, pengembangan bioetanol, akan berperan penting mengurangi impor sehingga bisa menolong neraca perdagangan.
Selain itu, pemanfaatan resource di dalam negeri, tentu akan menimbulkan efek domino terhadap aktivitas perekonomian di dalam negeri. Petani akan bisa memperloleh nilai manfaat yang besar, sebab meningkatnya kebutuhan etanol akan menaikkan demand terhadap bahan baku seperti singkong, tebu, dan sebagainya.
“Jadi petani akan mendapat harga yang lebih baik. Kemudian akan menciptakan lapangan kerja baru sehingga meng-create tambahan sumber ekonomi.
Hanya saja, Sunarsip mengingatkan, Pemerintah harus menyiapkan skenario kompensasi agar harga bioetanol terjangkau. “Ini yang perlu dicermati Pemerintah bagaimana implikasinya dengan fiskal. Ini adalah produk nonsubsidi. Tetapi, harganya secara keekonomian tertap harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat,” kata Sunarsip.
Di sisi lain, Sunarsip mengingatkan agar pasar bioetanol produk joint venture tersebut juga harus dikembangkan secara luas. Sebab, perusahaan tersebut bukan membuat mobil tetapi bahan bakar nabati yang bisa digunakan berbagai merek. Dalam hal ini, pasarnya tentu bukan hanya mobil-mobil produk Toyota saja, tetapi merek-merek lain.
”Produk bioetanol tersebut juga harus bisa diterima dan compatible dengan produk mobil merek-merek lain temasuk kemungkinan untuk diekspor. Kalau bioetanolnya bisa diserap 100 persen pasar dalam negeri, oke saja.Tetapi kalau tidak, berarti harus dipikirkan untuk ekspor,” lanjutnya.
Yang jelas, tegas Sunarsip, ke depan Pertamina tidak sendirian. Sejalan dengan kebijakan blending BBM minimal 10%, perusahaan SPBU swasta juga akan berlomba-lomba mengembangkan produk serupa.
Rencana kerja sama Pertamina-Toyota merupakan hasil kunjungan Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu ke Jepang.
Dalam kunjungan tersebut, Wamen bertemu Masahiko Fukushima, CEO of Asia Region, Toyota Motor Corporation. Rencana kerja sama juga dinilai sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong swasembada energi, ekonomi hijau, serta hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri.
(Dani Jumadil Akhir)