Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ambisi Besar Indonesia Jadi Pusat Ekonomi Syariah di 2029

Feby Novalius , Jurnalis-Jum'at, 14 November 2025 |11:09 WIB
Ambisi Besar Indonesia Jadi Pusat Ekonomi Syariah di 2029
Training of Trainer (TOT) Ekonomi dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek 2025. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA – Indonesia menargetkan diri menjadi pusat ekonomi syariah global dan menempati peringkat pertama. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, berbagai strategi disiapkan guna mengejar ketertinggalan dibandingkan negara-negara Muslim lainnya.

Direktur Ekonomi Syariah dan Badan Usaha Milik Negara Bappenas, Rosy Wediawaty, memaparkan kondisi ekonomi syariah Indonesia yang masih tertinggal dari Malaysia, Arab Saudi, hingga Turki. Posisi Indonesia dalam sektor pariwisata Muslim berada di peringkat ketiga dunia, setelah Malaysia dan Arab Saudi. Sementara dari sektor halal food, juga mengalami penurunan.

“Padahal, halal food merupakan kontributor terbesar dalam ekonomi syariah, meskipun dari sisi peringkat masih turun,” ujarnya saat Training of Trainer (TOT) Ekonomi dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek 2025, di Sari Pacific, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

Dari sisi industri halal, saat ini Indonesia memiliki empat kawasan industri halal. Namun, menurut Bappenas, pemanfaatan dan koneksi antar kawasan masih kurang, sehingga perlu dioptimalkan. Begitu pula soal produk makanan halal, Indonesia belum menjadi pemain utama.

“Bahkan produk makanan halal di Indonesia banyak berasal dari negara non-Muslim. Ini menunjukkan potensi besar, karena Indonesia menjadi konsumen utama namun belum menjadi pemain utama. Saat ini, Muslim Indonesia justru menjadi pasar besar bagi negara non-Muslim untuk memproduksi makanan halal mereka,” ujarnya.

Dari sisi jumlah pelaku usaha dengan produk bersertifikat halal, baru mencapai 2,2 juta dari total 56,2 juta. Menurut Rosy, ini merupakan peluang sekaligus pemicu bagi Indonesia untuk lebih maju.

“Saat ini, Indonesia hanya menjadi konsumen makanan halal dan selalu menempati peringkat satu dalam konsumsi global,” tambahnya.

Di sektor keuangan syariah, pertumbuhan relatif stagnan. Dibandingkan global, meski jumlah penduduk Muslim besar, aset keuangan syariah Indonesia masih kecil. Malaysia, misalnya, meski penduduknya lebih sedikit, memiliki aset keuangan syariah yang luar biasa.

“Ini menjadi tantangan dan urgensi untuk meningkatkan ekonomi syariah di Indonesia. Inklusi dan literasi keuangan syariah juga masih perlu ditingkatkan. Literasi keuangan syariah mencapai 43,2%, sementara literasi nasional 66%. Inklusi keuangan syariah hanya 13,41%, dibandingkan inklusi nasional 79%. Ini menjadi anomali, karena literasi sudah lumayan, tetapi inklusi masih rendah. Kondisi ini harus dioptimalkan dan menjadi target dalam rencana pembangunan nasional,” jelas Rosy.

Meski masih tertinggal, pemerintah Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius pada pengembangan ekonomi syariah. Bahkan, sektor ini dimasukkan dalam RPJMN, dengan ekonomi syariah dijadikan salah satu sumber pertumbuhan baru.

Rosy menjelaskan arah kebijakan ekonomi syariah dalam RPJMN, meliputi peningkatan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global, penguatan peran dana sosial syariah untuk penanggulangan kemiskinan, penguatan ekosistem industri halal, serta penguatan kelembagaan dan infrastruktur ekonomi syariah.

“Kebijakan jangka panjang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah, yang tercantum dalam visi misi RPJMN 2025–2029,” ujarnya.

 

Delapan kontributor utama ekonomi syariah dalam RPJMN meliputi penguatan industri halal dan UMKM, ekspor halal dan kerja sama ekonomi syariah internasional, penguatan ekosistem halal, serta penguatan keuangan dan dana sosial syariah.

“Targetnya pada 2029, Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah global, berada di peringkat pertama. Kontribusi PDB syariah diproyeksikan naik dari 46,72% menjadi 56,11%,” jelas Rosy.

Penguatan ekonomi syariah dalam RPJMN dilakukan melalui lima arah kebijakan:

1. Penguatan industri halal dan UMKM halal: daya saing industri halal naik dari 4,46% menjadi 7%.

2. Penguatan ekspor halal dan kerja sama ekonomi syariah internasional: nilai ekspor halal terhadap PDB naik dari 3,69% menjadi 3,92%.

3. Penguatan ekosistem halal: jumlah produk tersertifikasi halal meningkat dari 2,17 juta menjadi 7 juta produk.

4. Penguatan keuangan syariah: aset keuangan syariah terhadap PDB naik dari 42,6% menjadi 51,42%.

5. Penguatan dana sosial syariah: ZIS-DSKL naik dari 0,155% menjadi 0,208%, dan aset wakaf uang naik dari 0,011% menjadi 0,027%.

“Secara keseluruhan, sektor syariah Indonesia sudah berkembang, namun masih memerlukan penguatan,” tutup Rosy. 

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement