“Jadi, 200 meter dari sekolah itu dilarang. Kemudian yang kedua pelarangan iklan atau promosi rokok. Kemudian ada beberapa ketentuan lain juga terkait dengan tadi itu tempat khusus tempat rokok. Ini masalah nasional sebetulnya bukan masalah DKI, karena ini diatur di regulasi nasional,” katanya.
Sekjen DPP Industri Event Indonesia (Ivendo) Evan Saiful Rohman mengatakan bahwa Raperda KTR Jakarta ini tidak berpihak pada sisi industri.
“Karena di situ jelas kami para pelaku event ini kan ada yang punya event sudah berjalan lama dengan sponsor yang paling besar dari produk tersebut (produk tembakau). Kalau dibatasi dengan pelarangan secara keseluruhan sudah pasti mati,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, sponsor terbesar dari event biasanya dari brand produksi tembakau. Bahkan ada yang menjadi sponsor tunggal. “Di sini kami pelaku industri ini membutuhkan juga kehidupan yang harus tetap berjalan,” tuturnya.
Evan mengaku, produk tembakau berkontribusi besar untuk sebuah event. “Sekitar 35 sampai 40 persen sponsor dari produk rokok. Kalau peraturan ini berlaku, 35 sampai 40 persen itu hilang, apalagi kalau produk rokok jadi full sponsor, akan hilang event-nya, hilang juga tenaga kerjanya,” ucapnya.
Sektor produk tembakau juga menjadi penopang hidup masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja. Jika Raperda KTR Jakarta ini berlaku maka akan memicu kekhawatiran yang lebih besar dari sektor UMKM dan pelaku event.
Evan menyampaikan, event ini tujuannya untuk membuka tenaga kerja. “Jangan sampai yang pelaku event yang rata-rata pendidikannya di bawah standar, jadi tidak punya pekerjaan lagi,” tuturnya.