Sementara itu, Arman menambahkan, “Sebetulnya kalau bicara kawasan tanpa rokok itu atau pengendalian produk hasil tembakau ya kita bicara masalah paling krusial struktural di Indonesia, soal ketenagakerjaan.”
“Produk hasil tembakau itu dari hulu dari para petani sampai di hilir para pelaku event para UMKM gitu ya itu sekitar 6 juta orang. Sektor ini berkontribusi terhadap 8 persen dari PDB,” ujarnya.
Pada 2024, imbuhnya, sekitar Rp247 triliun memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara.
“Kalau misalnya kebijakan ini diterapkan itu pasti akan mengganggu. Pertama pemasukan ke negara, kemudian mengganggu soal isu ketenagakerjaan tadi,” tuturnya.
“Selain berdampak terhadap UMKM di sektor hilir di hulu juga para petani tembakau. Di Sleman, Garut, Bandung, di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur itu pasti terdampak dari peraturan ini,” kata Arman.
Kebiasaan merokok telah menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Berbagai upaya pun dilakukan demi menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari asap rokok, termasuk hadirnya Raperda Kawasan Tanpa Rokok.
Arman mengungkapkan bahwa kawasan tanpa rokok ini satu dari instrumen pengendalian orang untuk mengkonsumsi rokok. Selain soal pembatasan umur serta zonasi, dari 2017-2018 itu sebetulnya yang paling efektif untuk membentengi orang untuk tidak merokok itu adalah orang-orang sekitar.