Menurutnya, promosi atau iklan rokok tidak efektif. Apalagi jika di Jakarta diterapkan regulasi tersebut dengan melarang reklame rokok atau penjualan, tentu saja perokok tetap memenuhi kebutuhannya, yaitu merokok.
“Oleh karena itu, menurut kami memang yang paling penting itu adalah soal edukasi. Edukasi mulai dari yang formal sampai yang informal. Karena dengan demikian itu yang paling efektif membatasi orang terutama perokok pemula untuk tidak mencoba untuk merokok,” ucapnya.
Arman juga menjelaskan, sebelumnya di Jakarta ada kawasan dilarang merokok, namun kurang efektif untuk mengurangi jumlah perokok. Adapun larangan promosi rokok dengan radius tertentu tidak menurunkan prevalensi merokok.
Arman menegaskan bahwa yang paling memungkinkan dari Raperda ini adalah soal pelarangan menjual rokok kepada anak di bawah 21 tahun. “Kalau itu menurut kami ini adalah jalan tengah sehingga tinggal proses pengawasannya itu nanti seperti apa, sistemnya juga harus siap, misalkan harus dicek KTP. Yang kedua adalah edukasi,” ucapnya.
Ia juga menilai, selain edukasi, perlu juga ditingkatkan kepatuhan dalam pengawasan. “Menurut kami itu perlu diperkuat dengan sanksi. Penegakan sanksi yang menimbulkan efek jera. Bukan hanya untuk anak, tapi juga lingkungannya, misalkan orangtuanya,” katanya.
Raperda Kawasan Tanpa Rokok ini diharapkan mampu merangkul segala aspek, baik sisi kesehatan dan juga ekonomi, karena keduanya merupakan pilar yang penting di Indonesia.
(Agustina Wulandari )