"Ini menyangkut keselamatan manusia, bukan semata soal kemasan,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/12/2025).
Di lapangan, tim KKI juga menemukan kondisi galon yang jauh dari kata layak.
Sebanyak 80% galon atau 8 dari 10 galon yang di cek tampak buram dan kusam, seolah telah melewati siklus pemakaian tanpa kontrol kualitas. Lebih dari itu, 55% galon ditemukan dalam kondisi lusuh dan berdebu, menunjukkan bahwa aspek kebersihan bukan lagi prioritas dalam distribusi.
“Bayangkan, galon dalam kondisi kurang layak seperti kusam, lusuh, dan buram masih dijual bebas. Ini bukan kelalaian kecil, ini ancaman langsung pada kesehatan publik,” tegasnya.
Investigasi KKI juga menyoroti nyaris tidak adanya edukasi dari produsen kepada pedagang.
Sebanyak 95% pedagang mengaku tidak pernah mendapat penjelasan tentang cara membaca kode produksi atau menentukan usia galon dan 91,7% tidak pernah diberi informasi mengenai keamanan bahan kemasan.
David menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh tinggal diam. "Jika Anda menerima galon yang buram, kusam, atau usianya lebih dari dua tahun, tolak! Jangan terima! Minta galon baru. Anda punya hak atas air minum yang aman,” ujarnya.
Dia juga menambahkan, produsen harus berhenti berpura-pura tidak tahu.
"Ketika 57% galon yang beredar sudah melebihi usia pakai yang dianjurkan, itu berarti produsen gagal menyediakan kemasan yang aman bagi masyarakat. Dan gagal dalam urusan air minum berarti mempertaruhkan kesehatan jutaan orang," jelasnya.
Merespons temuan ini, KKI mengeluarkan rekomendasi kepada BPKN.
KKI meminta BPKN mendesak produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) untuk segera menarik galon yang sudah berusia di atas 2 tahun guna mencegah potensi bahaya BPA pada masyarakat.
KKI juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan aktif melapor. Jika menemukan galon dengan usia lebih dari dua tahun, warga diminta segera menyampaikan laporan melalui kanal pengaduan resmi KKI.
(Taufik Fajar)