Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

"Wajar Saja Pertamax Mahal!"

Muhammad Rifai , Jurnalis-Senin, 16 Mei 2011 |15:15 WIB
Ilustrasi, Corbis
A
A
A

JAKARTA - Tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertamax dan pertamax plus masih terlihat wajar, karena hal tersebut mengikuti pergerakan harga minyak mentah internasional.

Hal tersebut diungkapkan Anggota DPR komisi VII Ismayatun. Ismayatun menambahkan, walaupun harga pertamax meninggi yang penting pasokan untuk pertamax tidak terganggu. Namun demikian, dia membenarkan akan adanya migrasi akibat tingginya harga pertamax nantinya konsumsi pertamax pasti akan menurun sedangkan konsumsi premium sebagai BBM yang lebih murah meningkat.

Menurut dia, kenaikan harga Pertamax sebenarnya sudah dapat diperkirakan, mengingat harga minyak dunia tengah diuji oleh konflik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. "seharusnya tingginya harga pertamax sudah dipikirkan oleh pemerintah," jelasnya kala dihubungi okezone, Jakarta, Senin (16/5/2011).

Akan tetapi Ismayatun menganggap langkah pemerintah untuk tidak memberikan subsidi pada bensin biru tersebut sudah tepat, karena jika dilakukan akan menambah beban APBN.
 
"Keenakan orang kaya kalau disubsidi," ujarnya.

Untuk menjaga APBN dari subsidi, kata dia, akan lebih baik dengan cara menurunkan oktan premium ketimbang memberlakukan pengaturan premium. "Caranya bukan pembatasan tapi oktan cukup diturunkan dari 88 ke 82," tutupnya.

Dalam dua bulan terakhir, harga pertamax selalu naik, sebelumnya harga pertamax dikisaran Rp8.200 perliter, lalu naik menjadi Rp8.700 perliter, dibulan berikutnya naik kembali menjadi Rp9.050 perliter dan saat ini kembali naik menjadi Rp9.250 perliter,

Untuk harga BBM non subsidi ini, selalu dievaluasi oleh pemerintah melalui Pertamina di awal bulan, setiap tanggal satu pukul 00.00 dan pertengahan bulan setiap tanggal 15 pukul 00.00. (mrt)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement