JAKARTA - Pemerintah menilai perlunya dilakukan perampingan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai kebutuhan. Selain efisiensi, perampingan juga dilakukan dengan melihat kinerja mereka.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan untuk perampingan adalah masih banyaknya perusahaan BUMN yang tidak menghasilkan keuntungan. Berdasarkan data yang ada, dari total 141 perusahaan BUMN, 131 di antaranya berhasil memperoleh laba. Sementara 67 sisanya mampu memberikan dividen bagi negara.
“Sepuluh yang rugi terus. Jadi masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh BUMN. Misalnya mengakselerasi peran dan kinerja BUMN,” kata Menteri BUMN ad interim Hatta Rajasa, di Jakarta, Selasa (4/10/2011).
Menko Perekonomian ini menuturkan, hingga saat ini aset seluruh perusahaan BUMN mencapai sekira 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekira Rp3.000 triliun.
Sementara, belanja modal (capital expenditure) BUMN diperkirakan melebihi Rp200 triliun. Belanja modal tersebut lebih besar dari belanja pemerintah dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Besarnya belanja modal BUMN diharapkan bisa lebih ditekan untuk bisa dialihkan dan membantu belanja pemerintah yang lebih produktif, semisal pembangunan sarana dan prasarana.
Hatta menyebutkan, jika BUMN bisa melakukan penghematan dua persen dari total belanja modalnya, maka ada tambahan Rp20 triliun untuk pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Dia berharap, BUMN bisa menjadi perusahaan berkelas dunia.
“Salah satunya melakukan aksi korporasi yang leluasa seperti perusahaan swasta. Saat ini, BUMN masih dibatasi dengan berbagai macam peraturan perundangan-undangan dalam melaksanakan aksi korporasinya,” imbuhnya.
Jika mengacu pada roadmap BUMN, pada 2014 diharapkan hanya ada 78 BUMN, dan 25 BUMN pada 2025 mendatang. Perampingan BUMN ini dilakukan melalui merger, privatisasi, sectoral holding maupun likuidasi. (rfa)
(Rani Hardjanti)