SIAPA bilang seorang ibu rumah tangga tak bisa menghasilkan uang. Berbekal kemampuan dalam menjahit dan pinjaman dari pemerintah, hal yang biasa dilakukan seorang ibu rumah tangga pun bisa membuahkan penghasilan. Adalah Margaretha (48), berbekal dana dari pemerintah, perlahan namun pasti ibu ini mulai merintis usahanya dibidang jahit menjahit dan sablon sejak 1994.
Uniknya, perempuan yang berasal dari Papua ini memiliki ketidaksempurnaan pada fisiknya di bagian kaki kirinya. Dia mengisahkan, berawal dari pembinaan yang dilakukan pemerintah, kini dirinya dapat mengembangkan usaha sendiri. "Mulainya kita dari rehabilitas penderita cacat tubuh, dikirim ke Departemen Sosial untuk ke Makassar. Di sana, kita belajar keterampilan agar bisa dan harus mandiri dan pulang ke daerah masing-masing kemudian berkembang," ungkapnya kala berbincang dengan okezone beberapa waktu lalu.
Dengan binaan dari Departemen Sosial tersebut, Margaretha mencoba untuk membuka usaha jahit bagi seragam-seragam sekolah yang ada di kawasan Papua dan sablon batik serta baju pesta. "Yang saya buat, bukan hanya baju seragam sekolahnya saja. Saya juga membuat dasinya, topinya, papan namanya, pokoknya semuanya," tutur dia.
Adapun harga baju yang ditawarkan oleh Margaretha cukup beragam tergantung permintaan. namun untuk kalangan ekonomi lemah, dia tidak mematok harga yang pasti, karena prinsipnya hanya ingin membantu. "Untuk harga tergantung pesanan. Misalnya ada yang pesan seragam batik sekolah, kalau tiga warna harganya Rp75 ribu itu untuk anak sekolah Menengah Pertama (SMP) kalau anak Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa mencapai Rp100 ribu," kata Margaretha.
Saat ini, ibu dua anak tersebut memiliki empat pegawai tetap yang dibinanya dari awal untuk membatu produksinya sehari-hari, namun apabila pesanan sedang membludak, dia pun memperkerjakan orang-orang disekitarnya agar mempunyai penghasilan. "Saya pekerjakan ibu-ibu setempat kalau pesanan sedang banyak. saya bina dan upah mereka," jelasnya.
Dengan modal awal sebesar Rp20 juta hasil meminjam dari sanak saudara dan bekal keterampilan yang ada, kini usahanya cukup berkembang dengan baik. Dalam satu bulan perempuan asli Papua ini bisa menjual 50 potong hingga 100 potong seragam dikala musim ajaran baru sekolah dan omzet bersih yang masuk ke kantongnya bisa mencapai Rp2,5 juta-Rp15 juta dalam satu bulan. "Segitu sudah masuk ke kantong saya, sudah saya potong untuk bayar orang yang membantu saya," paparnya.
Dengan demikian secara tidak langsung, Margareta pun membantu orang-orang disekitarnya dengan memperkerjakannya sehingga memiliki penghasilan. Meskipun hasil produksinya belum dipasarkan keluar Papua, namun hasil produksi rumahan Margaretha ini sudah merata di seluruh pelosok Papua. Hampir seluruh sekolah di kabupaten dan pelosok Papua menggunakan jasanya.
Ke depannya, selain tentunya ingin memajukan usaha tersebut, Margaretha pun mempunyai cita-cita yang sangat mulia, yaitu ingin membina anak-anak yang putus sekolah agar bisa mencari penghasilannya sendiri sehingga bisa berusaha untuk hidup lebih baik dan harus mandiri.
"Saya ingin maju dan membina anak-anak putus sekolah agar jangan mabuk saja. Saya ingin sekali bina mereka, lalu saya beri mereka upah, kan semuanya jadi senang," tutupnya. (mrt)
(Widi Agustian)