JAKARTA - Rencana pembatasan dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sebaiknya jangan didorong oleh kenaikan harga minyak dunia yang masih tidak stabil hingga saat ini.
Pengamat Ekonomi The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menjelaskan, hal tersebut harus didasarkan untuk menjaga agar BBM subsidi tersebut agar tetap sasaran karena selama ini. Pasalnya, seringkali BBM subsidi tersebut tidak tepat sasaran.
"Saya rasa hal ini jangan di-driver karena faktor harga minyak. Tapi harus dikarenakan konsumsinya yang tidak tepat. Saat ini sebanyak 53 persen konsumsi BBM subsidi ada di orang kaya, 19 persen ada di Jabodetabek," ungkapnya kala ditemui dalam acara Hot Topic Sindo Radio "BBM Bikin Galau" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (21/4/2012).
Sunarsip memandang bahwa jika nanti pembatasan atau kenaikan harga BBM subsidi tersebut hanya berdasarkan harga minyak semata, maka wacana ini akan selalu timbul tenggelam di Indonesia.
"Nanti begitu harga minyak dunia turun, isunya sepi terus hilang. Nah kalau naik ramai lagi. Mending sekarang minyak dunia naik atau tidak jalankan saja. Sosialisasikan secara bertahap di Jabodetabek dulu," paparnya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, keputusan mengenai pembatasan BBM subsidi diharapkan jangan dijadikan masalah politis. Pasalnya, masyarakat juga yang terancam menjadi korban jika kebijakan yang dihasilkan tidak tepat.
"Saya rasa kebijakan pembatasan ini ada pihak-pihak asing yang bermain, yang mendorong adanya pembatasan, bukan dengan adanya kenaikan harga BBM. Lebih kental politisnya di sini," kata dia.
Dia menyebutkan, pembatasan BBM subsidi tersebut akan menguntungkan pihak SPBU asing. Pasalnya, masyarakat diperkirakan akan beralih membeli bensin di SPBU asing. Pertamina juga, sebut dia, masih terbatas dalam hal memperoduksi pertamax, juga masih harus mengimpor pertamax dari negara lain juga.
(Widi Agustian)