JAKARTA - Sentimen positif dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) ternyata berpengaruh terhadap menguatnya nilai tukar rupiah. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh investor global yang menanti keputusan the Fed terhadap kemungkinkan diumumkannya quantitative easing (QE3).
Selain itu investor juga menunggu hasil pertemuan bank sentral Eropa terhadap kemungkinan turunnya suku bunga dan rencana pembelian obligasi pemerintah di pasar perdana.
Adapun sentimen negatif terhadap rupiah adalah minusnya neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2012, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Juni 2012, neraca perdagangan Indonesia minus sekira USD1,32 miliar atau setara Rp12,5 triliun. Nilai ekspor USD15,36 miliar, sementara nilai impor mencapai USD16,69 miliar.
"Nilai defisit perdagangan pada Juni 2012 merupakan rekor baru defisit perdagangan bulanan tertinggi dalam sejarah Indonesia, minimal dalam lima tahun terakhir," ungkap Treasury Analyst Telkom Sigma, Rahadyo Anggoro kepada Okezone, Kamis (2/8/2012).
Rahadyo menambahkan, hal ini juga kali pertama dalam sejarah neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit selama tiga bulan berturut-turut. Untuk neraca perdagangan April dan Mei 2012 juga minus sehingga sepanjang enam bulan pertama tahun ini surplus neraca dagang Indonesia hanya USD476 juta.
Diberitakan sebelumnya, BPS mencatat angka inflasi pada Juni 2012 berada pada kisaran 0,62 persen. Angka tersebut, jauh lebih tinggi ketimabang inflasi di Mei sebesar 0,07 persen. Sementara untuk core inflation (inflasi inti) pada Juni 2012 sebesar 0,43 persen, dengan inflasi inti yoy sebesar 4,15 persen.
Dari 66 kota IHK terpantau semua terjadi inflasi. Sementara inflasi terendah berada di kota Bima sebesar 0,04 persen. Tekanan inflasi, disebabkan oleh bahan makan sebesar 0,39 persen, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,09, dan sektor perumahan 0,08 persen.
(Widi Agustian)